Selasa, 18 Februari 2020

EKSISTENSI EKSPRESI NEGARA ISLAM



Meski begitu, Ki Bagus dan para tokoh Islam saat itu belum menyepakati usulan tersebut. Dalam forum sidang kedua "rapat Besar BPUPKI tanggal 15 Juli 1945' Ki Bagus berkeras pada rumusan sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam. Usulan ini terus ditolak oleh 'golongan kebangsaan'.

Maka rapat berjalan dengan debat yang panas, Saking panasnya KH Abul Kahar Muzakir --karena keinginan kelompok Islam selalu ditolak -- mengusulkan sebuah pendapat 'esktrem'  bahwa  semua yang berbau Islam seperti penyebutan Allah atau Istilah agama Islam lainnya dicoret saja dalam undang-undang dasar.

Muzakir mengatakan, hal ini sembari emosi dengan memukul meja (Ki Bagus pada kesempatan lain ikut pula menjadi emosi dengan memulai pembicaraan seraya mengucap kalimat tawa'ud: Aku berlindung kepada Allah terhadap godaan setan yang terkutuk.
''..Kami sekalian yang dinamakan wakil-wakil Islam mohon dengan hormat, supaya dari permulaan pernyataan Indonesia Merdeka sampai kepada pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar itu yang menyebut Allah atau agama Islam atau apa saja, dicoret sama sekali, jangan ada hal-hal itu,'' kata Muzakir sembari mengusulkan kata 'rahmat-Nya', 'berkat-Nya', 'pertolongan-Nya' ikut juga dicoret saja.

Usulan 'ekstrem' ini kemudian ditolak langsung Sukarno (Ketua Panitia Kecil BPUKI). "Tuan Ketua, kami tidak mufakat atas usul Tuan Muzakir itu. Terima kasih," kata Sukarno.
Melihat memanasnya situasi maka Kiai Sanusi mengambil inisiatif agar sidang ditunda supaya bisa berpikir tenang. Usulan disetujui ketua sidang, Radjiman Wedyodingrat.
"Nah, selesai sidang, maka Bung Karno selama semalam penuh melakukan lobi kepada para tokoh Islam. Ketika sidang dibuka Bung Karno langsung meminta agar usulan kelompok Islam diakomodasi, seperti Negara Berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Hasil lobi Sukarno yang dilakukan selama semalaman ini kemudian disepakati dan dimuat dalam Piagam Jakarta. Jadi, jasa Bung Karno dalam Piagam Jakarta sangatlah besar,'' kata Lukman Hakiem, mantan staf M Natsir dan staf Ahli Wapres Hamzah Haz. Dia juga banyak sekali menulis biografi para tokoh bangsa.

Sumber:
https://m.republika.co.id/berita/q5tzc4385/islam-pancasila-mengenang-sukarno-dan-ki-bagus-hadikusumo-part2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar