Rabu, 12 Februari 2020

MEBANGUN FOLLOWERS MUHAMMADIYAH YANG BERKEMAJUAN

MEMBANGUN FOLLOWERS MUHAMMADIYAH
YANG SAMI’NA WA ATO’NA DAN BERKEMAJUAN

(Refleksi 100 Tahun Kiprah Kader Muhammadiyah di Masyarakat)

Oleh:
Eko Budi Sulistio, S.Sos, MAP
 (NBM. 1059628)
Disampaikan pada Sebagai Peserta Darul Arqam dan Pelatihan Instruktur Nasional (Dapinas)
Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah tahun 2015


PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui dan dipahami bersama oleh setiap anggota persyarikatan, bahwa Muhammadiyah yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan lebih dari 100 tahun yang lalu merupakan sebuah gerakan dakwah yang ditujukan untuk memberantas ‘penyakit’ yang menghinggapi umat Islam saat itu dan bahkan hingga saat ini yakni penyakit TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churofat). Penyakit dalam berislam ini seperti penyakit demam dan batuk yang meskipun sudah banyak ahli, apoteker, farmakolog dan dokter namun eksistensi penyakit ini hingga saat ini tidak pernah hilang dan mungkin tidak akan pernah hilang hingga akhir dunia ini. Kenapa? Karena memang itu janji Allah, SWT bahwa Dia menurunkan obat untuk setiap penyakit yang ada. Artinya adanya penyakit ini merupakan bentuk keadilan dan kebijaksanaan Allah SWT kepada manusia supaya manusia dapat belajar dan mendapatkan manfaat dari adanya penyakit tersebut. Demikian halnya penyakit TBC ala Muhammadiyah, mungkin selamanya tak akan bisa hilang dari masyarakat hingga akhir dunia ini. Untuk itulah mengapa ada gerakan Muhammadiyah. Jika penyakit TBC ini sudah hilang sama sekali dari muka bumi ini mungkin saat itu Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah sudah tidak dibutuhkan lagi. Oleh sebab itu dengan asumsi ini maka saya berkeyakinan, sebagai gerakan dakwah Muhammadiyah tak akan mati hingga akhir dunia ini.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah tidak hanya menjadi gerakan dakwah tradisional. Muhammadiyah telah bermetamorfosis menjadi gerakan dakwah modern dengan beradaptasi menjadi suatu organisasi modern yang mengadopsi perkembangan ilmu pengetahuan yang bersumber dari luar tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Upaya metamorfosis ini dilakukan oleh Muhammadiyah semata-mata untuk mengikuti perkembangan masyarakat dan merupakan strategi dakwah terhadap masyarakat modern yang well informed dan well educated. Kalau ini tidak dilakukan oleh Muhammadiyah, mungkin sebagai suatu gerakan dakwah Muhammadiyah tetap eksis di masyarakat, tetapi sebagai organisasi sosial dan dakwah Muhammadiyah akan hilang dari peredaran kehidupan masyarakat. Berdasarkan pemikiran inilah, maka Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam harus tetap dilakukan, namun Muhammadiyah sebagai Organisasi Dakwah Modern harus mendapat perhatian serius dari semua kader.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah modern dalam kaitannya dengan bagaimana kualitas dan kapasitas anggota-anggotanya yang dalam bahasa Muhammadiyah disebut sebagai kader. Kader Muhammadiyah secara umum dibedakan menjadi 2 yakni golongan pimpinan dan golongan anggota. Golongan pimpinan adalah kader-kader Muhammadiyah yang secara organisatoris diberi mandat untuk mengelola organisasi sesuai dengan visi dan misi serta tujuan Muhammadiyah. Mereka ini secara politis adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kewenangan sekaligus tanggung jawab untuk memajukan organisasi. Sedangkan anggota (dalam makalah ini selanjutnya diasosiasikan dengan follower) adalah orang-orang yang secara organisatoris hanya memiliki kewajiban untuk mengikuti dan melaksanakan segala keputusan organisasi yang ditentukan oleh para pimpinan. Dengan demikian, maka keterikatan anggota persyarikatan dalam memajukan organisasi, jelas lebih longgor jika dibandingkan dengan para pimpinan. Oleh karena itu tidak mengherankan dan dapat dipahami serta dimaklumi jika perhatian terhadap kualitas dan kapasitas kepemimpinan selama ini lebih tinggi dibandingkan terhadap kualitas dan kapasitas anggota. Berbagai pendidikan dan pelatihan kepemimpinan diadakan oleh persyarikatan dengan tujuan untuk mencetak pemimpin-pemimpin handal masa depan. Pun demikian halnya dalam program-program kaderisasi di Muhammadiyah seperti Baitul Arqom diorientasikan untuk mendidik kader-kader yang siap memimpin dan menjadi pemimpin. Kesalahan dalam memilih dan menunjuk kader-kader tertentu menjadi pimpinan persyarikatan diyakini akan dapat menghancurkan organisasi, tetapi memiliki anggota yang tidak taat terhadap keputusan organisasi juga akan dapat merusak karakter organisasi Muhammadiyah di masyarakat. Mengapa demikian? Karena pada faktanya kader Muhammadiyah yang menjadi anggota biasa lebih banyak daripada yang menjadi pimpinan. Mereka juga secara kultural lebih dekat dengan masyarakat dan lebih menyatu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itulah Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah disamping memberikan porsi yang baik untuk proses kaderisasi sebagai pimpinan yang Islami dan mumpuni juga perlu memberikan ruang yang cukup untuk mengkader sebagai anggota-anggota (jama’ah) yang islami dan berkemajuan.

KEPEMIMPINAN DALAM MUHAMMADIYAH
Sebelum membahas lebih lanjut tentang kepemimpinan di Muhammadiyah, maka akan dijelaskan sedikit tentang pengertian pemimpin dan kepemimpinan secara umum. Handoko (2009) menyatakan bahwa pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Pemimpin yang efektif mempunyai sifat-sifat atau kualitas tertentu yang diinginkan sebagai contoh: karisma, berpandangan kedepan intensitas dan keyakinan diri.
Menurut M.H. Matondang, Pemimpin adalah seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diinginkan sesuai yang diinginkan. Sementara Winardi menyatakan bahwa Pemimpin adalah seorang yang memberikan inspirasi kepada pekerja (anggota), melaksanakan pekerjaan dan mengembangkan pekerjaan, menunjukan kepada pekerja bagaimana ia harus melaksanakan pekerjaan, menerima tanggung jawab, menyelesaikan persoalan kerugian yang timbul dalam bidang produksi atau penjualan. Dengan demikian maka pemimpin itu seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang menjadi pemimpin adalah: kemampuan manajerial, kemampuan sosial dan kemampuan politik. Disamping itupula seseorang juga harus memiliki kepribadian yang baik dimata anggota organisasi lainnya. 
Kepemimpinan ada dalam setiap organisasi apapun termasuk organisasi dakwah seperti Muhammadiyah. Karakter kepemimpinan dalam organisasi dakwah Muhammadiyah tentunya tidak semata-mata seperti yang disebutkan diatas, namun kepemimpinan yang memiliki model dan karakter yang lebih kompleks. Kepemimpinan dalam Muhammadiyah haruslah memiliki karakter yang Islami (kepemimpinan islam). Kepemimpinan yang islami ini sebagaimana telah dicontohkan oleh uswah hasanah Rasulullah Muhammdad, SAW. Sebagaimana sering dikupas dalam berbagai makalah kepemimpinan Islam, bahwa syarat seseorang untuk menjadi pemimpin dalam pandangan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, SAW adalah: Siddiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh.
Bagaimana manifestasi dari keempat karakter kepemimpinan islam sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad, SAW tersebut dalam kehidupan kontemporer organisasi Muhammadiyah saat ini? Seorang pemimpin hendaknya berjalan dalam jalan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud tidak lain adalah kebenaran yang ada dalam Al-qur’an. Disamping itu seorang pemimpin (Muhammadiyah) hendaknya juga berpegang kepada peraturan-peraturan organisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam hal ini adalah pedoman organisasi. Seorang pemimpin Muhammadiyah dalam level manapun tidak seharusnya melaksanakan suatu perkara/ tindakan yang bertentangan dengan pedoman organisasi Muhammadiyah. Jika pemimpin Muhammadiyah sudah berpedoman pada Al-qur’an, hadits dan pedoman organisasi dalam melaksanakan tugasnya maka akan memberikan contoh yang baik terhadap anggota-anggotanya.
Pemimpin persyarikatan harus mampu melaksanakan tugas-tugas yang diemban dengan baik dan maksimal (amanah). Seorang pemimpin Muhammadiyah tidak boleh khianat terhadap khittah perjuangan persyarikatan yang sudah disepakati bersama. Jika masih ada pemimpin Muhammadiyah yang yang khianat terhadap khittah dan keputusan pesyarikatan, maka organisasi harus secepatnya mengambil tindakan tegas, karena hal tersebut dapat berdampak luas baik terhadap anggota maupun masyarakat pada umumnya. Menjadi pemimpin di Muhammadiyah tidak seharusnya didasarkan pada siapa yang mau tetapi siapa yang mampu dan mau. Selama ini fakta yang penulis amati di lapangan, banyak pimpinan Muhammadiyah yang penunjukannya didasarkan pada aspek ‘kemauan’ bukan aspek kemampuan. Akibatnya banyak organisasi Muhammadiyah level cabang atau ranting yang tidak berjalan dengan baik meskipun ada pengurusnya. Sudah saatnya persyarikatan membangun suatu pemahaman bahwa menjadi pemimpin organisasi persyarikatan merupakan masalah penting, oleh sebab itu kompetisi yang dalam pemilihan kepemimpinan harus mulai didesain dengan baik dan diimplementasikan. Ujung tombak persyarikatan adalah para kader di cabang dan ranting. Oleh sebab itu persyarikatan harus mulai memberikan perhatian yang lebih dalam membangun kepemimpinan di level ranting dan cabang.
Di era modern ini, pemimpin persyarikatan menghadapi tantangan yang sangat berat. Masalah yang dihadapi masyarakat semakin kompleks dan cara menyelesaikan masalah juga semakin variatif. Oleh sebab itu pimpinan Muhammadiyah haruslah orang-orang yang cerdas, tidak hanya dalam bidang keagamaan (dakwah islam) tetapi juga dalam bidang kehidupan sosial, politik dan teknologi. Suka tidak suka, harus diakui bahwa dengan kecanggihan teknologi dunia sudah berkembang sedemikian pesat. Berbagai informasi tersebar secara cepat dan merata ke segala penjuru melalui berbagai media, terutama media on-line. Era tatap muka dalam berdakwah sedikit demi sedikit mulai berkurang digantikan dengan era digital (on-line). Menghadapi persoalan ini maka persyarikatan juga harus memberikan perhatian yang memadai, sebab di lapangan tidak sedikit kader Muhammadiyah yang tidak mau memanfaatkan media online ini dengan alasan-alasan yang berbeda-beda, dan 2 alasan yang paling mengemuka adalah: tidak bisa/tidak familiar atau mengharamkan. Untuk itu persyarikatan harus mampu memberikan pemahaman kepada para kader terutama pada level ranting dan cabang bahwa pada kader atau da’i Muhammadiyah harus mampu menangkap peluang dakwah di media online. Jangan sampai kader Muhammadiyah tertinggal dari sasaran dakwahnya (mad’u).
Mau tidak mau, kader Muhammadiyah harus mampu menyampaikan kebenaran yang diyakini oleh Muhammadiyah sebagai kebenaran islam kepada masyarakat. Kemampuan menyampaikan ini juga harus mendapat perhatian dari organisasi, agar misi dakwah yang diemban oleh Muhammadiyah dapat disampaikan secara efektif dan elegan kepada masyarakat. Tantangan terbesar saat ini adalah masyarakat secara umum dapat memperoleh informasi tentang dakwah islam dari berbagai sumber online.  Benar atau tidaknya informasi yang ‘diunduh’ tersebut tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan semua. Disisi lain, masyarakat mulai enggan untuk menghadiri pengajian-pengajian atau majlis taklim karena merasa sudah memiliki pengetahuan yang diperoleh dari media online tersebut. Oleh karena itu kemampuan tabligh pada kader Muhammadiyah harus senantiasa di’update’ sehingga kehadirannya selalu dibutuhkan ditengah-tengah masyarakat yang haus akan informasi islam.

FOLLOWERs  YANG BERKEMAJUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa maju mundurnya suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas anggota-anggotanya. Organisasi hanyalah barang mati yang tidak berarti apa-apa tanpa aktifitas pada anggotanya. Organisasi menjadi barang yan bermanfaat manakala anggota-anggota organisasi aktif bergerak sesuai dengan visid dan misi organisasi.
Secara umum status keanggotaan dalam organisasi dibedakan menjadi 2: anggota yang menjadi pimpinan (leaders) dan anggota yang menjadi bawahan (followers). Baik pimpinan maupun bawahan memiliki peran yang sama-sama sangat penting. Pemimpin tanpa bawahan tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi bawahan tanpa pimpinan akan berbuat apa saja tanpa kendali. Dengan demikian organisasi juga harus memperhatikan kualitas dan kapasitas anggota persyarikatan di semua level, sebaik persyarikatan.
Mengapa followers perlu mendapat perhatian dari persyarikatan? Menurut Muslim Utomo sebagaimana ditulis dalam situs pekalongan-kota.muhammadiyah.or.id menyatakan bahwa pimpinan Muhammadiyah terutama di tingkat nasional dan wilayah, memiliki kesibukan yang luar biasa. Tenaga dan pikiran mereka semakin dibutuhkan di banyak tempat. Mobilitas yang tinggi ini sedikit banyak akan mempengaruhi perhatian mereka ke organisasi. Apabila pimpinan Muhammadiyah terlambat melakukan kaderisasi dan tingkatan pimpinan di bawah (PDM/PCM/PRM) memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap tingkatan pimpinan di atasnya, maka Muhammadiyah akan mengalami stagnasi organisasi. Pendapat serupa yang telah beredar di kalangan pengamat akan terjastifikasi. Penulis setuju dengan pendapat tersebut, bahwa anggota-anggota persyarikatan terutama di tingkat cabang dan ranting harus dibina dengan baik, tidak saja dibina dari aspek kepemimpinannya tetapi juga dibina dari aspek ketaatan dan kepatuhannya terhadap persyarikatan.
Pentingnya perhatian terhadap followers Muhammadiyah ini juga dikemukakan oleh Siregar sebagaimana ditulis dalam nbasis.wordpress.com bahwa fakta yang tidak dapat dipungkiri ialah bahwa Muhammadiyah didirikan, dikembangkan dan dilestarikan para ulama. Kaderisasi dalam konteks yang sedang kita risaukan hari ini dapat mencakup seluruh langkah yang terdiri dari banyak tataran untuk menyiapkan masa depan dalam konstruksi paling ideal dari puncak kesempurnaan yang dapat kita bayangkan dari titik waktu hari ini. Proses kaderisasi  itu tentulah sebuah rangkaian yang amat panjang, mulai pendekatan, rekruitmen, pembinaan, penjagaan, pengkaryaan dan evaluasi dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas orang-orang yang mendukung Muhammadiyah, baik sebagai anggota biasa maupun sebagai pimpinan. Usaha-usaha yang berhubungan dengan upaya peningkatan loyalitas pengurus terhadap organisasi hanyalah salah satu dari sisi terluar yang selalu menjadi sorotan utama dalam setiap pembicaraan tentang kaderisasi. Dari pendapat ini jelas terlihat bahwa penulis memandang penting terhadap kualitas kader baik yang sebagai followers (anggota biasa) maupun sebagai leaders (pimpinan).
Munculnya pemimpin pada umumnya dimulai dari kader-kader dibawah yang pada awalnya menjadi followers. Rekruitmen terhadap followers ini menjadi titik awal maju mundurnya persyarikatan. Sebenarnya persyarikatan telah memiliki sumber-sumber rekruitmen followers yang sangat bagus yakni: sekolah-sekolah, akademi-akademi dan perguruan-perguruan tinggi yang dimiliki. Ribuan sekolah, akademi dan perguruan tinggi menjadi potensi perekrutan kader yang sangat baik. Sayangnya, tidak banyak kader-kader yang dihasilkan dari lembaga-lembaga ini yang muncul dipermukaan sebagai kader Muhammadiyah yang handal kecuali hanya sedikit saja jika dibandingkan dengan alumni atau lulusan dar sekolah, akademi dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Hal ini tentu kondisi yang tidak diinginkan oleh persyarikatan, tetapi penulis melihat itulah yang terjadi, setidaknya dalam ruang lingkup pengamatan penulis.
Jika persyarikatan mau memberikan perhatian yang memadai terhadap kader-kader di level cabang dan ranting baik sebagai anggota maupun pimpinan, maka modal dakwah persyarikatan akan sangat baik. Hal ini mengingat, kader-kader di tingkat cabang dan ranting adalah mereka-mereka yang dekat  dan menyatu dengan masyarakat. Oleh karena itu kapasitas dan kualitas followers Muhammadiyah tingkat cabang dan ranting harus dibangun sebaik mungkin. Sehingga mereka bisa menjadi tempat bertanya dari masyakat di lingkungannya. Inilah yang penulis sebut sebagai followers berkualitas dan aktif. Tentu saja ini bukan pekerjaan mudah dan murah untuk ‘menyamakan’ kualitas level followers dan level leaders. Akan tetapi bukan hal yang tidak mungkin, mengingat fasilitas, sarana prasarana dan teknologi sudah semakin baik. Jika sudah terbangun kualitas followers yang aktif maka pada saatnya akan mudah bagi persyarikatan untuk ‘menginfakkan’ followers Muhammadiyah tersebut menjadi pemimpin dalam masyarakat, baik sebagai pemimpin sosial maupun pemimpin politik.

MEMBANGUN FOLLOWERs YANG BERKEMAJUAN
Sejujurnya membangun followers yang berkualitas dan aktif lebih sulit dibanding mencetak pemimpin bagi organisasi. Sangat sedikit materi-materi tentang bagaimana cara membangun followers yang berkualitas dan berkarakter. Kebanyakan materi membincang tentang bagaimana mencetak pimpinan yang handal. Dalam makalah singkat ini penulis merumuskan beberapa syarat untuk membangun followers Muhammadiyah yang kemajuan sesuai cita-cita Muhammadiyah.
1.      Setelah selesai proses rekruitmen melalui diklat Baitul Arqom, persyarikatan harus menyelenggarakan diklat-diklat untuk para anggota persyarikatan pada tingkat ranting dan cabang. Harus ada program khusus dari persyarikatan untuk ‘memaksa’ pimpinan daerah memberikan perhatian khusus kepada PCM dan PRM tentang masalah ini. Diklat-diklat yang diberikan kepada anggota adalah diklat-diklat tentang dakwah Islam dan keorganisasian.
2.      Harus ditanamkan ‘citarasa’ kemuhammadiyahan sejak awal kepada setiap followers Muhammadiyah, sehingga mereka merasa memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam sebagaimana dipahami oleh Muhammadiyah tanpa harus memiliki rasa malu atau rendah diri. Dibanyak tempat kader-kader Muhammadiyah masih menunjukkan sikap yang setengah-setengah dalam ‘bermuhammadiyah’.
3.      Harus dibangun komunitas-komunitas penggerak dakwah Muhammadiyah di tingkat ranting atau cabang, sehingga setiap followers Muhammadiyah tidak merasa ‘sendirian’ di masyarakat, terutama di daerah-daerah yang secara kuantitas jumlah followers Muhammadiyah sedikit.
4.      Pimpinan persyarikatan pada level cabang harus memberikan perhatian kepada keluarga-keluarga Muhammadiyah yang ada di wilayahnya, dan mencatat persoalan-persoalan yang dihadapi oleh warga Muhammadiyah di wilayahnya tersebut. Sebisa mungkin pimpinan persyarikatan ‘hadir’ dan turut serta menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh keluarga Muhammadiyah di wilayahnya. Dengan kehadiran pimpinan persyarikatan, maka diharapkan followers Muhammadiyah memiliki sense of belonging terhadap keberadaan organisasi Muhammadiyah di lingkungannya.
Salah satu kendala yang dihadapi oleh persyarikatan dalam membangun followwers yang berkemajuan adalah karena Muhammadiyah merupakan organisasi sosial yang tidak memiliki ikatan khusus terhadap anggotanya kecuali ikatan ‘ideologi Islam’ yang dipahami oleh Muhammadiyah. Karena itulah maka pimpinan persyarikatan harus mampu mencari pendekatan yang sesuai dengan kondisi followers di wilayah masing-masing.

PENUTUP
Eksistensi followers bagi suatu organisasi, termasuk Muhammadiyah, adalah sangat penting. Dari followers inilah nantinya akan muncul tokoh-tokoh organisasi yang dapat dikontribusikan kepada masyarakat, apakah sebagai tokoh masyarakat ataupun sebagai tokoh politik. Oleh sebab itu persyarikatan hendaknya dapat memberikan perhatian yang memadai dan membuat program-program khusus bagi para followers terutama di level ranting dan cabang. Di ranting dan cabang inilah ‘buah’ Muhammadiyah akan dirasakan oleh masyarakat.
Pelatihan-pelatihan tidak seharusnya selalu diorientasikan untuk mencetak pemimpin yang handal saja. Namun pelatihan-pelatihan untuk followers juga sangat penting untuk menghasilkan kader-kader yang sami’na wa ato’na. Tanpa followers taat dan patuh terhadap pimpinan maka, keruntuhan organisasi tinggal menunggu waktu yang tepat saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar