*Ketika Pak AR Mencari Pemimpin Muhammadiyah*
Saat-saat menjelang Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo semakin dekat. Bulan Juli 2020 memang masih lebih dari setengah tahun lagi, tetapi salah satu agenda Muktamar yang berikhtiar untuk mencari nahkoda organisasi yang sudah berusia lebih dari satu abad ini tak ayal mendapatkan perhatian besar warga Muhammadiyah. Buya Hamka menyebutkan bahwa “Ketua adalah imam. Ketua adalah cermin dari persyarikatan. Kepada Ketua kita menumpahkan kepercayaan.” (2010)
Muhammadiyah memang memiliki ciri yang khas dalam kepemimpinan dalam organisasinya. Pimpinan Muhammadiyah tidak mengenal dominasi satu orang (one man show). Bahkan kepemimpinan di Muhammadiyah bersifat kolegial. Meski ada jabatan Ketua Umum, namun ada sejumlah pengurus lain yang juga menentukan. Dalam struktur kepengurusan Muhammadiyah periode 2015 - 2020 misalnya, ada 13 ketua dengan satu orang ketua umum.
Sistem kepemimpinan seperti ini membuat Muhammadiyah tak mungkin dikendalikan dan didominasi satu sosok saja. Oleh sebab itu musyawarah menjadi cara efektif para pimpinan Muhammadiyah menjalankan organisasinya. Satu ciri lain dalam kepemimpinan di Muhammadiyah adalah corak para ketuanya yang beragam. Muhammadiyah pernah dipimpin oleh sosok ulama seperti K.H. Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Faqih Usman, A.R. Fakhrudin, dan lainnya. Tetapi Muhammadiyah juga pernah dipimpin oleh sosok cendikiawan merangkap aktivis seperti Amien Rais atau Din Syamsuddin.
Keragaman sosok pemimpin dalam Muhammadiyah bukan berarti organisasi ini tidak memiliki kriteria dalam menentukan pemimpinnya. Pijakan pijakan dalam menentukan pemimpin di Muhammadiyah, salah satunya coba dijabarkan oleh K.H. A.R. Fachruddin, sosok yang terlama memimpin Muhammadiyah (1968 - 1990).
Sosoknya bukan saja memimpin Muhammadiyah melalui berbagai persitiwa yang menggoncangkan seperti naiknya rezim Orde Baru dan penerapan azas tunggal, tetapi beliau juga mampu membawa Muhammadiyah dengan visi yang jauh ke depan. Dan meski ia menjadi sosok terlama yang memimpin Muhammadiyah, namun bukan berarti ia menjauhkan Muhammadiyah dari generasi muda, malah sebaliknya, sejak masa-masa awal memimpin ia suda menyatakan perlunya Muhammadiyah mengangkat generasi muda dalam organisasi itu untuk tampil ke depan. Hanya saja, figur dirinya yang begitu karismatik membuat warga Muhammadiyah tetap mendukungnya hingga lebih dari 20 tahun.
Siapa Pemimpin yang Di Cari? Demikian salah satu topik yang Pak A.R., panggilan akrab dirinya ketika menulis satu artikel dalam Suara Muhammadiyah pada tahun 1973, jelang berakhirnya periode (pertama) kepemimpinan beliau.
Hal yang paling awal adalah Muhammadiyah menurut A.R. Fachruddin tak perlu mencari ketua dari luar Muhammadiyah. Meski pribadinya baik, benar-benar Muslim, tetapi tak perlu diikut sertakan sebagai kandidat ketua. Paling sedikit menurut Pak AR, ia sudah satu tahun berpengalaman dalam kepemimpinan Muhammadiyah.
“Janganlah orang luar dianggota-anggotakan. Yang belum melaksanakan syariat-syariat Islam lebih baik jangan dipilih. Yang shalatnya masih kadang-kadang, jangan dicalonkan. Apalagi yang Islamnya masih belum aktif, juga jangan dicalonkan. Kita repot, merekapun repot juga, karena selalu mendapat sorotan,” tegas Pak AR. (A.R. Fachruddin: 2010)
Ulama karismatik ini juga mengingatkan, yang terpilih pun harus bersungguh-sungguh. Jika yang terpilih tidak mampu karena kurang ilmu, terlalu sibuk atau fisik tidak memungkinkan maka baiknya tidak menerima amanah tersebut.
Amanah pemimpin yang ditunjuk nantinya akan menjaga Muhammadiyah. Menurut ulama yang lahir tahun 1915 ini, ada beberapa hal yang perlu dijaga dalam Muhammadiyah. Pemimpin Muhammadiyah perlu menjaga maksud dan tujuan Muhammadiyah, yaitu “…menyebarkan ajaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi besar Muhammad saw. Muhammadiyah mulai didirikan sampai sekarang hanyalah bertujuan agar agama Islam yang murni yang menurut Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, itulah yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam.” (A.R. Fachruddin: 2010)
Pak AR mengingatkan tujuan itulah yang harus dijaga. Jangan sampai Muhammadiyah yang sudah berkeluarga meluas di seluruh Indonesia dijadikan jalan untuk mencari kekayaan, pangkat, pengaruh dan sebagainya.
Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki kepribadian dalam berdakwah. Oleh sebab itu menurut Pak AR, yang harus juga dijaga setelah maksud dan tujuan adalah kepribadian Muhammadiyah. Seperti apa kepribadian Muhammadiyah?
Sebagai sebuah gerakan Islam, Muhammadiyah selalu mencari kawan, dan tidak mencari lawan. Beliau pun menegaskan, “Mereka yang melawanpun diusahakan untuk dapat dijadikan kawan. Muhammadiyah ingin tetap beramar makruf bernahi munkar dengan kedamaian dan dengan kebijaksanaan. Muhammadiyah tidak akan memusuhi mereka yang belum mau memahami Muhammadiyah. Mereka yang demikian akan dido’akan semoga ditunjuki Allah.” (A.R. Fachruddin: 2010)
Pemimpin Muhammadiyah menurut Pak AR juga diharapkan dapat menjaga keutuhan Muhammadiyah. Banyak perselisihan, perbedaan pendapat bahkan percekcokan-percekcokan. Namun semua itu harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah agar dapat reda dan kembali dalam keutuhan.
Kepribadian demikian akan membuat rasa gembira dalam berdakwah. Sebab menurut ulama yang menggantikan K.H. Faqih Usman ini, banyak warga Muhammadiyah yang meski karena kesibukan akhirnya tidak mengurus Muhammadiyah, namun mereka tetap antusias untuk ikut pengajian. Oleh sebab itu penting untuk dijaga kegembiraan dalam berihsan beramal, dalam berihsan di masyarakat, menggerakkan jamaah dan sebagainya.
Meski penting untuk menjaga kegembiraan, warga Muhammadiyah tak sekalipun melepaskan dakwah amar makruf nahi munkarnya. Warga Muhammadiyah walaupun hanya berbisik-bisik menurut Pak AR tidak akan ridho terhadap kemunkaran. “Rupanya orang-orang Muhammadiyah itu sekurang-kurangnya hatinya sangat tdak rela kalau melihat kemunkaran. Walaupun kadang-kadang tangan dan lisannya tidak mampu.” (A.R. Fachruddin: 2010)
Amanah begitu besar dalam menjaga aspek-aspek dalam Muhammadiyah tadi membuat figur pemimpin dalam Muhammadiyah setidaknya memenuhi beberapa kriteria yang menurut Pak AR mampu menahkodai Muhammadiyah melewati gelombang tantangan ke depan.
Pertama yang paling mendasar adalah bertakwa pada Allah. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.”Bagi yang sudah dapat itulah yang sebaik-baiknya. Bagi yang belum dapat, padahal terpilih, maka wajib mengusahakan dirinya dan bila sungguh-sungguh, insyaAllah pasti dapat.” (A.R. Fachruddin: 2010)
Kedua, memahami Islam. Bukan sekedar mengerti, menurut Pak AR mengerti dan melaksanakannya. Memahami islam menurut Al-Qur’an dan Sunnah, yang mendorong, membangkitkan jiwa berjuang dan beramal.
Ketiga, memahami Muhammadiyah sebagai gerakan Islam tujuannya adalah dakwah. Muhammadiyah tempat beramal, bukan tangga mencari uang, pangkat atau kedudukan.
Keempat, mendengarkan nasehat-nasehat orang tua. Pemimpin Muhammadiyah haruslah membimbing umat. Pak AR meminta pemimpin memberikan teladan. Wajib mengarahkan umat ke arah yang menyelamatkan dan membahagiakan lahir batin, dunia akherat menurut ridho Allah. Mengutip istilah Hing Wisana Tut Wuri Handayani, di belakang bukan menahan dan menghalangi kemajuan, tetapi mendorong, mendo’akan dan merestui.
Kelima figur pemimpin diharapkan menjadi visioner atau mempunyai pandangan jauh ke depan. Pimpinan Muhammadiyah wajib mempunyai pandangan jauh ke depan. Baik itu tentang keumatan maupun tentang industri, teknologi dan lainnya. Sepuluh, lima belas tahun yang akan datang. Sehingga pemimpin Muhammadiyah mampu merencanakan apa yang harus dicapai dan dikerjakan Muhammadiyah.
Meski terdengar seperti kriteria pemimpin perusahaan, tetapi Pak AR juga mengingatkan kriteria keenam: Tidak Ambisius. Hanya satu ambisi yang diperbolehkan, yaitu mencari ridho Allah. Dan beliau juga mengingatkan, mencari ridho Allah tidak dengan jalan kotor, melarat, bodoh, yang menjelek-jelekkan atau busuk.
“Pemimpin Muhammadiyah yang Kyai, yang Buya, yang Alim-alim tetapi juga menguasai berbagai bahasa asing, yang sarjana, yang mampu bermercedes, yang berdasi, yang mengkilap sepatunya, yang rumahnya baik, tetapi shalatnya khusus, yang berani meninggalkan khamer, judi, dansa-dansi, mampu menjadi imam dan khutbah shalat Jum’at, Idul Fitri, Idul Adha dan ambisinya hanyalah mencari keridhoan Allah,” jelas K.H. A.R. Fachruddin. (A.R. Fachruddin: 2010)
Seturut dengan itu kriteria pemimpin Muhammadiyah yang ketujuh, meminta karakter yang mampu bergaul dengan segala kalangan. Tidak silau bergaul dengan anggota DPR, Presiden, kaum importir, orang-orang kaya dan sebagainya. Di saat yang sama pemimpin itu juga mampu untuk bersikap ramah terhadap pengurus Ranting bahkan anggota-anggota yang ada di pelosok dan miskin. Meninggalkan sikap yang sombong, angkuh, takabur, tetapi juga tidak minder dan rendah diri. (A.R. Fachruddin: 2010)
Untuk menyokong keluasan pergaulan demikan tak ayal kriteria kedelapan yaitu berkeahlian dan berkecakapan turut disebutkan. Terakhir, beliau juga meminta pemimpin Muhammadiyah untuk berkemampuan membawa jiwa Islam. Dakwah Muhammadiyah yang mengatasi segala golongan dan lapisan masyarakat bukan dengan semangat konfrontasi, tetapi atas dasar keprihatinan beragama,
“….akan menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan lapisan dan golongan, karena Muhammadiyah sendiri tidak ingin mendudukkan dirinya sebagai suatu golongan. Muhammadiyah yang akan membawa benar-benar Al-Islam,” demikian Pak AR mengingatkan. (A.R. Fachruddin: 2010)
Secara khusus sebenarnya Pak AR mengundang generasi muda di Muhammadiyah untuk masuk ke dalam jajaran pimpinan. Menurutnya pimpinan Muhammadiyah dari tingkat Pusat sampai Ranting perlu ada peremajaan dan penyegaran. Maka ia dengan lantang mengajak angkatan muda harus tampil. Sementara itu angkatan Tua harus rela, ikhlas berada di belakang. Bukan merajuk atau merasa disingkirkan. Tetapi Tut Wuri Handayani. “Membekali yang muda, membenarkan di saat ada kekeliruan dan menggembirakan di saat mereka yang muda-muda itu lesu.” (A.R. Fachruddin: 2010)
Harapannya agar kaum muda dapat tampil terutama dengan mendorong mereka dengan memberi kepercayaan, tidak hanya kepada yang tua saja. Bahkan beliau menganjurkan agar pengurus di Pusat hingga ranting, paling muda berusia 40 tahun dan paling tua 55 tahun.
Generasi muda Muhammadiyah yang “…Iman kuat, ibadah dan akhlaknya pantas dicontoh, agamanya mendalam, pikirannya masih segar, tenaganya lincah dan gesit, cara bekerjanya sigap dan gayeng, pandanganya luas, kewaspadaannya cukup mengesankan, ghirah agamanya tajam, tetapi penuh tasamuh.” Adakah figur yang dicari Pak AR kita temukan di sekeliling kita saat ini?
copas dari group wa Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar