Rabu, 19 Februari 2020

KAJIAN RUTIN PCM KEMILING

🔴🔴 _*UNDANGAN*_
_*NGAJI*_🛑🛑🛑🛑
Assalamualaikum...

Rasulullah Muhammad S.A.W dimana beliau berkata bahwa :

وَمُسْلِمَةٍ مُسْلِمٍ كُلِّ عَلَى فَرِيْضَةٌ الْعِلْمِ طَلَبُ
_*“Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”*_. (HR. Ibnu Abdil Barr)

☑MENGHARAPKAN KEHADIRAN BAPAK IBU
DALAM PENGAJIAN RUTIN REBO MALAM KEMIS  PADA :✅

⤵🏅HARI/TANGGAL : RABU, 18 FEBRUARI 2020✔

WAKTU : 18.30 (BAKDA SHOLAT MAGHRIB S/D SELESAI)

TEMPAT : MASJID BAITUL MAQDIS 

NARASUMBER : *UST. RAHMAT SANTOSO*

 SEMOGA ALLAH SWT SELALU MEMBERIKAN KESEHATAN SEHINGGA DAPAT HADIR DALAM PENGAJIAN RUTIN TSB

WASSALAM 
DKM MBM

*H.FIRMANSYAH*


Selasa, 18 Februari 2020

EKSISTENSI EKSPRESI NEGARA ISLAM



Meski begitu, Ki Bagus dan para tokoh Islam saat itu belum menyepakati usulan tersebut. Dalam forum sidang kedua "rapat Besar BPUPKI tanggal 15 Juli 1945' Ki Bagus berkeras pada rumusan sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam. Usulan ini terus ditolak oleh 'golongan kebangsaan'.

Maka rapat berjalan dengan debat yang panas, Saking panasnya KH Abul Kahar Muzakir --karena keinginan kelompok Islam selalu ditolak -- mengusulkan sebuah pendapat 'esktrem'  bahwa  semua yang berbau Islam seperti penyebutan Allah atau Istilah agama Islam lainnya dicoret saja dalam undang-undang dasar.

Muzakir mengatakan, hal ini sembari emosi dengan memukul meja (Ki Bagus pada kesempatan lain ikut pula menjadi emosi dengan memulai pembicaraan seraya mengucap kalimat tawa'ud: Aku berlindung kepada Allah terhadap godaan setan yang terkutuk.
''..Kami sekalian yang dinamakan wakil-wakil Islam mohon dengan hormat, supaya dari permulaan pernyataan Indonesia Merdeka sampai kepada pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar itu yang menyebut Allah atau agama Islam atau apa saja, dicoret sama sekali, jangan ada hal-hal itu,'' kata Muzakir sembari mengusulkan kata 'rahmat-Nya', 'berkat-Nya', 'pertolongan-Nya' ikut juga dicoret saja.

Usulan 'ekstrem' ini kemudian ditolak langsung Sukarno (Ketua Panitia Kecil BPUKI). "Tuan Ketua, kami tidak mufakat atas usul Tuan Muzakir itu. Terima kasih," kata Sukarno.
Melihat memanasnya situasi maka Kiai Sanusi mengambil inisiatif agar sidang ditunda supaya bisa berpikir tenang. Usulan disetujui ketua sidang, Radjiman Wedyodingrat.
"Nah, selesai sidang, maka Bung Karno selama semalam penuh melakukan lobi kepada para tokoh Islam. Ketika sidang dibuka Bung Karno langsung meminta agar usulan kelompok Islam diakomodasi, seperti Negara Berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Hasil lobi Sukarno yang dilakukan selama semalaman ini kemudian disepakati dan dimuat dalam Piagam Jakarta. Jadi, jasa Bung Karno dalam Piagam Jakarta sangatlah besar,'' kata Lukman Hakiem, mantan staf M Natsir dan staf Ahli Wapres Hamzah Haz. Dia juga banyak sekali menulis biografi para tokoh bangsa.

Sumber:
https://m.republika.co.id/berita/q5tzc4385/islam-pancasila-mengenang-sukarno-dan-ki-bagus-hadikusumo-part2

Senin, 17 Februari 2020

KALIMAT "SHODAQOLLAHUL ADZIM" BUKAN SUNNAH NABI

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum w. w.

Bagaimana hukumnya membaca shadaqallahu al’azhim’ setelah tilawah al-Quran? Sebab ada suatu harakah yang berpendapat bahwa membaca itu setelah tilawah termasuk bid’ah karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mohon penjelasannya, terima kasih.

Wassalamu’alaikum w. w.

Pertanyaan dari:
Alif Furqoni A.W., IMM Komisariat Universitas Brawijaya Malang
(disidangkan pada hari Jum’at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam w. w.

Terima kasih kami haturkan kepada saudara Alif Furqoni, apa yang saudara sampaikan sesungguhnya mewakili pertanyaan banyak kalangan dari warga Muhammadiyah. Pertanyaan saudara sesungguhnya pernah pula diajukan ke Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dan jawabannya telah dimuat pada Buku Tanya Jawab Agama Jilid I (hal 16). Saudara kami persilahkan untuk merujuknya. Berikut ini tambahan jawaban dari kami.

‘Shadaqallahul ’azhim’ (صَدَقَ اللهُ اْلعَظِيْمُ) maknanya adalah “telah benarlah Allah yang Maha Agung”. Memang tidak ditemukan adanya ayat al-Quran atau hadis yang menerangkan secara eksplisit (sharih) praktik atau perintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengucapkan lafal tertentu sesudah membaca al-Quran. Al-Quran hanya mengajarkan bahwa sebelum membacanya kita terlebih dahulu harus mengucapkan lafal ta’awudz. Dalam surat an-Nahl ayat 98, Allah berfirman:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ [النحل: 98]

Artinya: “Apabila kamu membaca al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” [QS. an-Nahl (16): 98]

Namun demikian, praktik yang berlaku umum di tengah masyarakat adalah mengucapkan lafal “shadaqallahul ‘azhim” seperti yang saudara tanyakan. Dalam penelusuran kami, sesungguhnya penggunaan lafal tersebut bukanlah sesuatu yang baru, melainkan sudah berlangsung sejak lama. Para mufassir dalam beberapa kesempatan setelah menerangkan tafsir suatu ayat, terkadang menimpali tafsirannya dengan ucapan “shadaqallahul ‘azhim”. Jika saudara memiliki program “al-Maktabah asy-Syamilah” kemudian memasukkan kalimat tersebut di himpunan kitab-kitab tafsir, saudara akan menemukan bahwa lafal tersebut digunakan oleh banyak mufassir di berbagai tempat. Misalnya, sebagai contoh digunakan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, al-Qurtubi dalam al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Ibnu Ajibah dalam Tafsir Ibnu ‘Ajibah, asy-Syinqithi dalam Adhwahul Bayan dan Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Qur’an. Menurut hemat kami, lafal ini digunakan sesungguhnya sebagai bentuk penghormatan (al-Qurtubi: I/27) dan penegasan (afirmasi) komitmen seorang muslim akan kebenaran berita dan kandungan al-Quran yang difirmankan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Dalil implisit (ghairu sharih) yang umumnya dijadikan sandaran untuk bacaan ini adalah al-Quran surat Ali Imran ayat: 95:

قُلْ صَدَقَ اللهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ [آل عمران: 95]

Artinya: “Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” [QS. Ali Imran (3): 95]

Ayat ini jika dilihat dari konteksnya memang berbicara tentang Bani Israil. Melalui ayat tesebut, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menegaskan kepada Bani Israil bahwa al-Quran adalah benar (akurat) tentang kisah-kisah yang ia bawa mengenai Bani Israil di masa lalu. Namun, ber-istidlal (mengambil dalil) dari ayat ini bukannya sama sekali tidak dibenarkan. Dalam hukum tajwid dibolehkan membaca ayat ini dengan berhenti setelah lafal “Allah”, atau bisa disebut waqf jaiz (tempat yang dibolehkan berhenti). Jika kita berhenti di sini, maka ayat ini dapat melahirkan makna yang independen dari ayat sebelumnya dan lafal sesudahnya. Sehingga makna umumnya adalah ucapan “shadaqallahu” tidak mesti diucapkan hanya di depan Bani Israil yang meragukan kebenaran al-Quran, melainkan dapat dibaca kapanpun jika ia dibutuhkan. Adapun penambahan lafal al‘azhim dalam shadaqallahul ‘azhim adalah sebagai bentuk ta’zhim (pengagungan) terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala.

Berangkat dari keterangan di atas, maka pendapat yang dapat kita pegang adalah lafal “shadaqallahul ‘azhim” boleh diucapkan kapan pun, terutama setelah mendengar informasi yang berhubungan dengan kebenaran informasi yang dibawa al-Quran. Demikian juga pengucapannya setelah membaca al-Quran. Ia dapat diterima dan bukan merupakan bid’ah (mengada-ada) dalam urusan agama. Hanya saja, yang perlu dicatat di sini adalah pelafalan kalimat tersebut tidak boleh diiringi dengan keyakinan bahwa ia adalah sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diajarkan secara khusus, apalagi menganggapnya sebagai kewajiban agama. Sehingga, orang yang mengakhiri bacaan al-Quran tidak harus membaca bacaan ini dan orang yang tidak membaca bacaan ini setelah membaca al-Quran juga tidak menyalahi tuntunan agama. Selain itu, catatan lainnya adalah hendaknya lafal ini tidak diucapkan setelah membaca ayat al-Quran di dalam ibadah shalat, karena shalat adalah ibadah mahdhah yang kita hanya diperkenankan mengikuti petunjuk agama dalam pelaksanaannya.

Wallahu a’lam bisshawab

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 22, 2011

PAK AR MENCARI PEMIMPIN MUHAMMADIYAH

*Ketika Pak AR Mencari Pemimpin Muhammadiyah*

Saat-saat menjelang Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo semakin dekat. Bulan Juli 2020 memang masih lebih dari setengah tahun lagi, tetapi salah satu agenda Muktamar yang berikhtiar untuk mencari nahkoda organisasi yang sudah berusia lebih dari satu abad ini tak ayal mendapatkan perhatian besar warga Muhammadiyah. Buya Hamka menyebutkan bahwa “Ketua adalah imam. Ketua adalah cermin dari persyarikatan. Kepada Ketua kita menumpahkan kepercayaan.” (2010)

Muhammadiyah memang memiliki ciri yang khas dalam kepemimpinan dalam organisasinya. Pimpinan Muhammadiyah tidak mengenal dominasi satu orang (one man show). Bahkan kepemimpinan di Muhammadiyah bersifat kolegial. Meski ada jabatan Ketua Umum, namun ada sejumlah pengurus lain yang juga menentukan. Dalam struktur kepengurusan Muhammadiyah periode 2015 - 2020 misalnya, ada 13 ketua dengan satu orang ketua umum.

Sistem kepemimpinan seperti ini membuat Muhammadiyah tak mungkin dikendalikan dan didominasi satu sosok saja. Oleh sebab itu musyawarah menjadi cara efektif para pimpinan Muhammadiyah menjalankan organisasinya. Satu ciri lain dalam kepemimpinan di Muhammadiyah adalah corak para ketuanya yang beragam. Muhammadiyah pernah dipimpin oleh sosok ulama seperti K.H. Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Faqih Usman, A.R. Fakhrudin, dan lainnya. Tetapi Muhammadiyah juga pernah dipimpin oleh sosok cendikiawan merangkap aktivis seperti Amien Rais atau Din Syamsuddin.

Keragaman sosok pemimpin dalam Muhammadiyah bukan berarti organisasi ini tidak memiliki kriteria dalam menentukan pemimpinnya. Pijakan pijakan dalam menentukan pemimpin di Muhammadiyah, salah satunya coba dijabarkan oleh K.H. A.R. Fachruddin, sosok yang terlama memimpin Muhammadiyah (1968 - 1990).

Sosoknya bukan saja memimpin Muhammadiyah melalui berbagai persitiwa yang menggoncangkan seperti naiknya rezim Orde Baru dan penerapan azas tunggal, tetapi beliau juga mampu membawa Muhammadiyah dengan visi yang jauh ke depan. Dan meski ia menjadi sosok terlama yang memimpin Muhammadiyah, namun bukan berarti ia menjauhkan Muhammadiyah dari generasi muda, malah sebaliknya, sejak masa-masa awal memimpin ia suda menyatakan perlunya Muhammadiyah mengangkat generasi muda dalam organisasi itu untuk tampil ke depan. Hanya saja, figur dirinya yang begitu karismatik membuat warga Muhammadiyah tetap mendukungnya hingga lebih dari 20 tahun.

Siapa Pemimpin yang Di Cari? Demikian salah satu topik yang Pak A.R., panggilan akrab dirinya ketika menulis satu artikel dalam Suara Muhammadiyah pada tahun 1973, jelang berakhirnya periode (pertama) kepemimpinan beliau.

Hal yang paling awal adalah Muhammadiyah menurut A.R. Fachruddin tak perlu mencari ketua dari luar Muhammadiyah. Meski pribadinya baik, benar-benar Muslim, tetapi tak perlu diikut sertakan sebagai kandidat ketua. Paling sedikit menurut Pak AR, ia sudah satu tahun berpengalaman dalam kepemimpinan Muhammadiyah.

“Janganlah orang luar dianggota-anggotakan. Yang belum melaksanakan syariat-syariat Islam lebih baik jangan dipilih. Yang shalatnya masih kadang-kadang, jangan dicalonkan. Apalagi yang Islamnya masih belum aktif, juga jangan dicalonkan. Kita repot, merekapun repot juga, karena selalu mendapat sorotan,” tegas Pak AR. (A.R. Fachruddin: 2010)

Ulama karismatik ini juga mengingatkan, yang terpilih pun harus bersungguh-sungguh. Jika yang terpilih tidak mampu karena kurang ilmu, terlalu sibuk atau fisik tidak memungkinkan maka baiknya tidak menerima amanah tersebut.

Amanah pemimpin yang ditunjuk nantinya akan menjaga Muhammadiyah. Menurut ulama yang lahir tahun 1915 ini, ada beberapa hal yang perlu dijaga dalam Muhammadiyah. Pemimpin Muhammadiyah perlu menjaga maksud dan tujuan Muhammadiyah, yaitu “…menyebarkan ajaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi besar Muhammad saw. Muhammadiyah mulai didirikan sampai sekarang hanyalah bertujuan agar agama Islam yang murni yang menurut Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, itulah yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam.” (A.R. Fachruddin: 2010)

Pak AR mengingatkan tujuan itulah yang harus dijaga. Jangan sampai Muhammadiyah yang sudah berkeluarga meluas di seluruh Indonesia dijadikan jalan untuk mencari kekayaan, pangkat, pengaruh dan sebagainya.

Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki kepribadian dalam berdakwah. Oleh sebab itu menurut Pak AR, yang harus juga dijaga setelah maksud dan tujuan adalah kepribadian Muhammadiyah. Seperti apa kepribadian Muhammadiyah?

Sebagai sebuah gerakan Islam, Muhammadiyah selalu mencari kawan, dan tidak mencari lawan. Beliau pun menegaskan, “Mereka yang melawanpun diusahakan untuk dapat dijadikan kawan. Muhammadiyah ingin tetap beramar makruf bernahi munkar dengan kedamaian dan dengan kebijaksanaan. Muhammadiyah tidak akan memusuhi mereka yang belum mau memahami Muhammadiyah. Mereka yang demikian akan dido’akan semoga ditunjuki Allah.” (A.R. Fachruddin: 2010)

Pemimpin Muhammadiyah menurut Pak AR juga diharapkan dapat menjaga keutuhan Muhammadiyah. Banyak perselisihan, perbedaan pendapat bahkan percekcokan-percekcokan. Namun semua itu harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah agar dapat reda dan kembali dalam keutuhan.

Kepribadian demikian akan membuat rasa gembira dalam berdakwah. Sebab menurut ulama yang menggantikan K.H. Faqih Usman ini, banyak warga Muhammadiyah yang meski karena kesibukan akhirnya tidak mengurus Muhammadiyah, namun mereka tetap antusias untuk ikut pengajian. Oleh sebab itu penting untuk dijaga kegembiraan dalam berihsan beramal, dalam berihsan di masyarakat, menggerakkan jamaah dan sebagainya.

Meski penting untuk menjaga kegembiraan, warga Muhammadiyah tak sekalipun melepaskan dakwah amar makruf nahi munkarnya. Warga Muhammadiyah walaupun hanya berbisik-bisik menurut Pak AR tidak akan ridho terhadap kemunkaran. “Rupanya orang-orang Muhammadiyah itu sekurang-kurangnya hatinya sangat tdak rela kalau melihat kemunkaran. Walaupun kadang-kadang tangan dan lisannya tidak mampu.” (A.R. Fachruddin: 2010)

Amanah begitu besar dalam menjaga aspek-aspek dalam Muhammadiyah tadi membuat figur pemimpin dalam Muhammadiyah setidaknya memenuhi beberapa kriteria yang menurut Pak AR mampu menahkodai Muhammadiyah melewati gelombang tantangan ke depan.

Pertama yang paling mendasar adalah bertakwa pada Allah. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.”Bagi yang sudah dapat itulah yang sebaik-baiknya. Bagi yang belum dapat, padahal terpilih, maka wajib mengusahakan dirinya dan bila sungguh-sungguh, insyaAllah pasti dapat.” (A.R. Fachruddin: 2010)

Kedua, memahami Islam. Bukan sekedar mengerti, menurut Pak AR mengerti dan melaksanakannya. Memahami islam menurut Al-Qur’an dan Sunnah, yang mendorong, membangkitkan jiwa berjuang dan beramal. 

Ketiga, memahami Muhammadiyah sebagai gerakan Islam tujuannya adalah dakwah. Muhammadiyah tempat beramal, bukan tangga mencari uang, pangkat atau kedudukan.

Keempat, mendengarkan nasehat-nasehat orang tua. Pemimpin Muhammadiyah haruslah membimbing umat.  Pak AR meminta pemimpin memberikan teladan. Wajib mengarahkan umat ke arah yang menyelamatkan dan membahagiakan lahir batin, dunia akherat menurut ridho Allah. Mengutip istilah Hing Wisana Tut Wuri Handayani, di belakang bukan menahan dan menghalangi kemajuan, tetapi mendorong, mendo’akan dan merestui.

Kelima figur pemimpin diharapkan menjadi visioner atau mempunyai pandangan jauh ke depan. Pimpinan Muhammadiyah wajib mempunyai pandangan jauh ke depan. Baik itu tentang keumatan maupun tentang industri, teknologi dan lainnya. Sepuluh, lima belas tahun yang akan datang. Sehingga pemimpin Muhammadiyah mampu merencanakan apa yang harus dicapai dan dikerjakan Muhammadiyah.

Meski terdengar seperti kriteria pemimpin perusahaan, tetapi Pak AR juga mengingatkan kriteria keenam: Tidak Ambisius. Hanya satu ambisi yang diperbolehkan, yaitu mencari ridho Allah. Dan beliau juga mengingatkan, mencari ridho Allah tidak dengan jalan kotor, melarat, bodoh, yang menjelek-jelekkan atau busuk.

“Pemimpin Muhammadiyah yang Kyai, yang Buya, yang Alim-alim tetapi juga menguasai berbagai bahasa asing, yang sarjana, yang mampu bermercedes, yang berdasi, yang mengkilap sepatunya, yang rumahnya baik, tetapi shalatnya khusus, yang berani meninggalkan khamer, judi, dansa-dansi, mampu menjadi imam dan khutbah shalat Jum’at, Idul Fitri, Idul Adha dan ambisinya hanyalah mencari keridhoan Allah,” jelas K.H. A.R. Fachruddin. (A.R. Fachruddin: 2010)

Seturut dengan itu kriteria pemimpin Muhammadiyah yang ketujuh, meminta karakter yang mampu bergaul dengan segala kalangan. Tidak silau bergaul dengan anggota DPR, Presiden, kaum importir, orang-orang kaya dan sebagainya. Di saat yang sama pemimpin itu juga mampu untuk bersikap ramah terhadap pengurus Ranting bahkan anggota-anggota yang ada di pelosok dan miskin. Meninggalkan sikap yang sombong, angkuh, takabur, tetapi juga tidak minder dan rendah diri. (A.R. Fachruddin: 2010)

Untuk menyokong keluasan pergaulan demikan tak ayal kriteria kedelapan yaitu berkeahlian dan berkecakapan turut disebutkan. Terakhir, beliau juga meminta pemimpin Muhammadiyah untuk berkemampuan membawa jiwa Islam. Dakwah Muhammadiyah yang mengatasi segala golongan dan lapisan masyarakat bukan dengan semangat konfrontasi, tetapi atas dasar keprihatinan beragama, 

“….akan menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan lapisan dan golongan, karena Muhammadiyah sendiri tidak ingin mendudukkan dirinya sebagai suatu golongan. Muhammadiyah yang akan membawa benar-benar Al-Islam,” demikian Pak AR mengingatkan. (A.R. Fachruddin: 2010)

Secara khusus sebenarnya Pak AR mengundang generasi muda di Muhammadiyah untuk masuk ke dalam jajaran pimpinan. Menurutnya pimpinan Muhammadiyah dari tingkat Pusat sampai Ranting perlu ada peremajaan dan penyegaran. Maka ia dengan lantang mengajak angkatan muda harus tampil. Sementara itu angkatan Tua harus rela, ikhlas berada di belakang. Bukan merajuk atau merasa disingkirkan. Tetapi Tut Wuri Handayani. “Membekali yang muda, membenarkan di saat ada kekeliruan dan menggembirakan di saat mereka yang muda-muda itu lesu.” (A.R. Fachruddin: 2010)

Harapannya agar kaum muda dapat tampil terutama dengan mendorong mereka dengan memberi kepercayaan, tidak hanya kepada yang tua saja. Bahkan beliau menganjurkan agar pengurus di Pusat hingga ranting, paling muda berusia 40 tahun dan paling tua 55 tahun.

Generasi muda Muhammadiyah yang “…Iman kuat, ibadah dan akhlaknya pantas dicontoh, agamanya mendalam, pikirannya masih segar, tenaganya lincah dan gesit, cara bekerjanya sigap dan gayeng, pandanganya luas, kewaspadaannya cukup mengesankan, ghirah agamanya tajam, tetapi penuh tasamuh.” Adakah figur yang dicari Pak AR kita temukan di sekeliling kita saat ini?

copas dari group wa Muhammadiyah

Minggu, 16 Februari 2020

BACAAN DOA IFTITAH DALAM SHOLAT

Pertanyaan

Assalamu’alaikum w. w.

Mohon penjelasan tentang perbedaan doa iftitah dari buku produk Muhammadiyah yang berbeda. Pertama: buku Shalat Sesuai Tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disusun oleh Bapak Syakir Jamaluddin, MA., penerbit LPPI UMY dengan kata pengantar ketua MTT PP Muhammadiyah. Pada halaman 73 dijelaskan bahwa doa iftitah itu ada 3 macam, yaitu: Allahumma Ba’idAllahu akbar Kabira dan Wajjahtu wajhiya. Sementara dalam buku HPT, pilihan doa iftitah hanya dua, yaitu: Allahumma ba’id baini dan Wajjahtu wajhiya. Kami umat yang di bawah merasa bingung membaca kedua buku ini, oleh karena itu mohon penjelasan dengan hadis sahih.

Terima kasih.

Pertanyaan dari:
H. Mufti Muhammadi, muftimuhammadi@yahoo.co.id, SMA Muhammadiyah 11 Rawamangun
(Disidangkan pada hari Jum’at, 16 Jumadilakhir 1432 H / 20 Mei 2011 M)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam w. w.

Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan oleh Bapak H. Mufti Muhammadi kepada Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pertanyaan yang serupa sesungguhnya banyak dilontarkan oleh warga Muhammadiyah baik secara langsung maupun tertulis. Buku yang berjudul “Shalat Sesuai Tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Mengupas Kontroversi Hadis Sekitar Shalat” yang disusun oleh Bapak Syakir Jamaluddin, M.A., tersebut memang banyak disoroti oleh warga Muhammadiyah, baik terkait dengan eksistensi buku maupun beberapa materi yang terkait seputar shalat. Terkait dengan eksistensi buku, warga Muhammadiyah banyak yang bertanya apakah buku tersebut merupakan produk Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (MTT PP) Muhammadiyah atau bukan. Pertanyaan tersebut muncul setidaknya karena dua hal; pertama, karena diterbitkan oleh institusi atau lembaga di lingkungan Muhammadiyah; kedua, karena kata pengantar buku tersebut ditulis oleh Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. yang saat ini menjadi ketua MTT PP Muhammadiyah. Sedangkan dari aspek materi seputar shalat yang paling banyak disoroti, antara lain; tentang pilihan salam dan bacaan doa iftitah pada saat shalat.

Terkait dengan permasalahan pertama, perlu dijelaskan bahwa produk MTT PP Muhammadiyah dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:

  1. Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah, yakni hasil Muktamar/Musyawarah Nasional Tarjih yang kemudian dibukukan dan disebut Himpunan Keputusan Majelis Tarjih atau sering disingkat HPT;
  2. Fatwa Tarjih, yaitu keputusan MTT PP Muhammadiyah atas persoalan yang muncul di masyarakat. Fatwa Tarjih bisa merupakan respon MTT PP Muhammadiyah atas persoalan yang terjadi di masyarakat atau merupakan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan kepada MTT PP Muhammadiyah dan kemudian dimuat di rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah. Saat ini sebagian Fatwa-fatwa Tarjih telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Tanya Jawab Agama sejumlah 6 jilid.
  3. Wacana, yaitu pengembangan pemikiran dalam soal keagamaan yang bersifat tidak mengikat secara kelembagaan, diterbitkan dalam bentuk buku maupun jurnal.

Adapun buku yang disusun oleh Bapak Syakir Jamaluddin, MA., tidak termasuk ke dalam salah satu dari ketiga produk MTT PP Muhammadiyah tersebut. Buku tersebut merupakan hasil karya pribadi salah seorang warga Muhammadiyah dan bukan merupakan keputusan MTT PP Muhammadiyah. Dengan demikian, buku tersebut TIDAK termasuk buku tuntunan resmi yang dikeluarkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah.

Pada prinsipnya setiap keputusan MTT PP Muhammadiyah selalu dilandasi oleh dalil-dalil yang terkuat baik dari al-Quran maupun sunnah-sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang maqbulah. Namun demikian, setiap orang terbuka untuk mengkaji dan mengkritisi keputusan Tarjih asalkan dilakukan secara argumentatif serta berpedoman kepada semangat dan Manhaj Tarjih. Bahkan berbeda dalam beberapa hal dengan putusan Tarjih bukanlah sesuatu yang terlarang dalam kaidah Tarjih itu sendiri. Dalam Penerangan tentang Hal Tarjih yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur Moehammadijah (PP Muhammadiyah) tahun 1935 dinyatakan: … kami berseru juga kepada sekalian ulama’ supaya suka membahas pula akan kebenaran putusan Majelis Tarjih itu di mana kalau terdapat kesalahan atau kurang tepat dalilnya diharap supaya diajukan, syukur kalau dapat memberikan dalilnya yang lebih tepat dan terang, yang nanti akan dipertimbangkan pula, kemudian kebenarannya akan ditetapkan dan digunakan.” (lihat kata pengantar, halaman. viii dan HPT, hlm. 371-372)

Dengan demikian, setiap warga Muhammadiyah maupun pihak lain berhak untuk mengkritisi setiap keputusan Tarjih dengan mengemukakan argumentasi (dalil) yang lebih kuat (rajih), lalu diajukan kepada MTT PP Muhammadiyah untuk dibahas baik oleh Tim Fatwa MTT PP Muhammadiyah maupun dibawa ke Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah. Sebab pendapat yang berbeda dengan keputusan Tarjih dari hasil kajian dan penelitian seseorang baik dari warga Muhammadiyah maupun pihak lain merupakan hal yang tidak bisa dihindari maupun dilarang. Namun secara norma dan etika berorganisasi, pendapat perseorangan tidak semestinya disebarkan di lingkungan warga Persyarikatan. Terlebih lagi, jika pendapat pribadi tersebut dibenturkan dengan pendapat resmi Persyarikatan yang telah diputuskan berdasarkan ijtihad jama’i (ijtihad kolektif). Sebab dalam kaidah MTT PP Muhammadiyah, jika ada keputusan di tingkat yang lebih rendah (apalagi pendapat perseorangan) berbeda dengan keputusan di tingkat yang lebih tinggi, maka keputusan (pendapat) yang digunakan adalah keputusan di tingkat yang lebih tinggi.

Karena itu, terkait dengan bacaan doa iftitah yang bapak tanyakan, maka dari beberapa alternatif bacaan doa iftitah yang ada, MTT PP Muhammadiyah memilih doa yang dianggap lebih kuat, yaitu:

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ.

Atau dengan membaca:

وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (وََأَنَا مِِنَ الْمُسْلِمِينَ)، اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلَهَ لِى إِلاَّ أَنْتَ أَنْتَ رَبِّى وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِى فَاغْفِرْ لِى ذُنُوبِى جَمِيعًا لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ وَاهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

MTT PP Muhammadiyah melalui mudarasah dan ijtihad jama’i (ijtihad kolektif) memilih kedua alternatif doa tersebut di atas secara hirarkis. Artinya bahwa alternatif pertama yaitu “Allahuma ba’id …” secara kualitas periwayatan lebih sahih (hadis sahih riwayat al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu) dan lebih praktis (ringkas) dibandingkan dengan alternatif lainnya. Namun demikian, doa iftitah yang berbunyi “Wajjahtu wajhiya …” dapat pula dijadikan sebagai alternatif bacaan doa iftitah, karena dalil yang digunakan termasuk hadis sahih riwayat Muslim dan lainnya.

Sampai saat ini, kedua alternatif bacaan doa iftitah tersebut di atas belum pernah diubah atau dibatalkan dengan keputusan yang memiliki kekuatan yang sama (Musyawarah Nasional Tarjih). Oleh sebab itu, kedua alternatif doa iftitah tersebut di atas merupakan pendapat dan pilihan resmi Persyarikatan untuk dapat dijadikan pedoman bagi warga Muhammadiyah, tanpa menafikan adanya alternatif lain yang juga sahih.

Memang pada dasarnya, semua amalan yang memiliki landasan atau dalil yang kuat dapat diamalkan. Namun terkadang dalam beberapa persoalan yang memiliki variasi atau beragam cara dan bacaannya (at-tanawwu’ fil ‘ibadah), maka dalam rangka mempermudah (at-taisir) dan agar tidak membingungkan warga dan masyarakat awam, maka MTT PP Muhammadiyah memilih salah satu atau beberapa alternatif yang dianggap paling kuat untuk dijadikan pedoman resmi warga Muhammadiyah baik lewat kajian Tim Fatwa MTT PP Muhammadiyah maupun Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah dengan melibatkan perwakilan tokoh dan ulama se-Indonesia baik dari kalangan Muhammadiyah maupun lainnya.

Dari uraian di atas, maka semakin jelas bahwa buku yang bapak tanyakan tersebut bukanlah produk MTT PP Muhammadiyah, sehingga tidak menjadi sikap dan pendirian resmi Muhammadiyah. Namun demikian dapat saja dibaca dan digunakan oleh siapa saja sebagai salah satu referensi untuk menambah wawasan dan cakrawala keilmuan dalam masalah terkait. Sedangkan untuk menghilangkan kebingungan bapak dan masyarakat awam, karena tidak (dapat) melakukan kajian secara mandiri dan mendalam, maka hendaknya merujuk kepada keputusan MTT PP Muhammadiyah yang telah ada.

Wallahu a’lam bisshawab

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 12, 2011

BEBERAPA PERSOALAN SEPUTAR SHOLAT JUM'AT

Pertanyaan:

  1. Khutbah Jum’at yang lebih panjang dari salatnya apakah termasuk bid’ah? Dan apakah hukumnya? Apa hukumnya jika imam pada salat Jum’at tidak membaca surat al-‘A’la dan al-Ghasiyah?
  2. Ketika turun dari mimbar, khatib melihat dalam jama’ah ada anggota jam’ah yang lebih fasih bacaannya dan lebih memenuhi syarat menjadi imam shalat, apakah boleh diserahkan menjadi imam kepada orang tersebut? Apakah shalat tersebut tidak batal?
  3. Dalam khutbah kedua, apakah rukun khutbahnya sama dengan khutbah pertama? Dan apakah boleh membaca surat al-‘Asri dan surat al-Ahzab: 56?

Pertanyaan Dari:
Abdullah, Pasar Panyambungan, kode pos 22912

Jawaban:

1. Panjang Khutbah Jum’at dan Bacaan Surat Imam Jum’at

Untuk menjawab pertanyaan saudara, perlu kami jelaskan lebih dahulu pengertian bid’ah: Dimaksudkan dengan bid’ah ialah menciptakan ibadah baru yang tidak berdasarkan dalil syar’i (al-Qur’an dan as-Sunnah). (al-Jurjani, 1321: 29)

Perlu diketahui bahwa yang paling berhak menciptakan cara ibadah hanyalah Allah dan Rasul-Nya.

Pada salat Jum’at apabila khutbahnya panjang, sedang salatnya dilakukan singkat, atau tidak membaca surat al-‘A’la dan al-Ghasyiyah, maka perbuatan tersebut bukanlah tergolong bid’ah, sebab tidak menciptakan ibadah, melainkan meninggalkan sunnah Rasul. Karena menyingkat khutbah dan memanjangkan salat, dan membaca surat al-‘A’la pada rakaat pertama dan membaca al-Ghasyiyah pada raka’at kedua hukumnya sunnah, maka apabila melakukannya mendapat pahala, dan apabila meninggalkannya, tidak berdosa, salat dan khutbahnya tetap sah/tidak batal.

2. Khatib Menunjuk Orang Lain untuk Menjadi Imam

Orang yang berhak menjadi imam dalam shalat, yang afdhal adalah orang yang paling baik dan paling banyak menghafal al-Qur’an dan paling menguasai ilmu keislaman, tetapi bukan berarti bahwa jika imamnya kurang baik adalah tidak sah shalatnya.

Maka apabila ada di antara anggota jama’ah, ada orang yang lebih fasih, boleh saja diserahkan kepadanya untuk menjadi imam shalat. Dalam suatu hadis disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا … [أخرجه مسلم]

Artinya: “Dari Abi Mas’ud al-Anshariy, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Orang yang paling berhak menjadi imam bagi suatu kaum adalah orang yang paling baik bacaannya (penguasaannya), jika mereka sama tingkatannya dalam bacaan, maka orang yang paling menguasai al-Sunnah, jika mereka sama dalam penguasaan al-Sunnah, maka orang yang paling dahulu berhijrah, jika mereka sama dalam berhjrah, maka yang paling dahulu masuk Islam…”  (Ditahrijkan oleh Muslim, I, kitab al-masajid, no. 290/673: 298]

Berdasarkan hadis tersebut, maka menyerahkan kepada orang yang lebih fasih bacaannya adalah lebih afdhal. Maka dalam mencari khatib Jum’at hendaknya dipilih orang yang khutbahnya baik dan fasih bacaannya.

3. Rukun untuk Khutbah kedua

Dalam beberapa hadis, baik hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim maupun an-Nasa’i, tidak membedakan antara khutbah pertama dan khutbah kedua. Maka para ulama berpendapat bahwa rukun khutbah pertama dan kedua adalah sama.

Di bawah ini kami kutipkan hadis mengenai khutbah Jum’at:

1- عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْه قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَقْعُدُ ثُمَّ يَقُومُ كَمَا تَفْعَلُونَ اْلآنَ [أخرجه البخاري]

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra, ia berkata bahwa Nabi saw berkhutbah dengan berdiri, kemudian duduk, kemudian berdiri lagi, sebagaimana kamu sekalian melakukannya sekarang” [ditahrijkan oleh al-Bukhari, I, Kitab al-Jum’ah: 108]

2- عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَتَانِ يَجْلِسُ بَيْنَهُمَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ [أخرجه مسلم]

Artinya: “Dari Jabir bin Samurah, ia berkata: Bagi Nabi saw (pada salat Jum’at) ada dua khutbah, yang antara keduanya beliau duduk. (Pada khutbah tersebut) beliau membaca al-Qur’an dan mengingatkan manusia (agar ingat kepada Allah)”. [ditakhrijkan oleh Muslim, I, Kitab al-Jum’ah, no. 34/862: 378]

3- عَنْ عَبْدِ اللهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ الْخُطْبَتَيْنِ وَهُوَ قَائِمٌ وَكَانَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا بِجُلُوسٍ . [أخرجه النسائى]

Artinya: “Dari Abdullah, bahwa Rasulullah saw berkhutbah dengan dua khutbah, sambil berdiri, memisahkan antara dua khutbah tersebut dengan duduk”. [ditahrijkan oleh an-Nasa’i, III, Kitabul-Jumu’ah, hlm. 109]

Adapun ayat-ayat yang sering dibaca dalam khutbah ialah: surat Ali Imran (3): 102, an-Nisa’ (4): 1 dan al-Ahzab (33): 70. Tetapi, bukan berarti bahwa membaca ayat lainnya tidak boleh, sebab bacaan ayat-ayat tersebut hukumnya adalah sunnah, bukan wajib.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 22, 2003

Sabtu, 15 Februari 2020

TATA CARA SHOLAT MENURUT TARJIH MUHAMMADIYAH

PCM CANDIPURO ADAKAN BAITUL ARQAM UTK PEGAWAI AUM

Pimpinan Cabang Muhammadiyah menyelenggarakan kegiatan BAitul Arqom mulai dari tanggal 14 sd 16 Februari 2020. Kegiatan tsb diikuti oleh 40 peserta yg terdiri dari guru TK ABA, MIM, MTs/SMP, SMA/MA Muh dilingkungan candipuro. Kegiatan Baitul Arqom mengusung tema'terwujudnya pendidik dan tenaga kependidikan AUM yang militan dan berkemajuan'. Kegiatan Baitul Arqom di hadiri oleh tim Instruktur Nasional Muhammadiyah dari PWM Lampung. Dari kegiatan baitul arwom tersebut diharapkan akan mewujudkan para guru yang militan, loyal dan komitmen terhadap persyarikatan Muhammadiyah

Jumat, 14 Februari 2020

BAITUL ARQAM AUM SE PCM BATANGHARI LAMPUNG TIMUR


Majelis pimpinan kader PDM Kabupaten Lampung Timur menyelenggarakan kegiatan kaderisasi Baitul Arqam untuk seluruh pegawai guru dan karyawan amal usaha Muhammadiyah sekecamatan Batanghari. Kegiatan ini dilaksanakan selama 3 hari 2 malam mulai tanggal 12-14 Februari 2020 bertempat di di SMP IT Tahfidz Abu Dzar Al-ghifari Batanghari Lampung Timur. 


Penyerahan Peserta BA kepada MoT

Bertindak sebagai Master of Training pada kegiatan kali ini adalah instruktur Samsul Arifin yang juga merupakan PLT ketua MPK PDM Kabupaten Lampung Timur. Dalam pembukaan dihadiri oleh ketua PCM Batanghari Bapak Komarudin, Camat Kecamatan Batanghari Bapak Rohiman yang juga Ketua Ranting Muhammadiyah. Kegiatan ini dibuka oleh ketua MPK PWM Lampung Bapak Drs Ma'aruf Abidin M.Si.


Pembukaan Baitul Arqam
Baitul Arqom merupakan kegiatan kaderisasi formal yang ada di persyarikatan Muhammadiyah. Seluruh pegawai yang ada di amal usaha Muhammadiyah baik di TK/PAUD, SD/MI, SMP/MTS SMA/MA dan SMK maupun perguruan tinggi dan rumah sakit wajib mengikuti kegiatan Baitul Arqam ini. Tujuan utama dari kegiatan Baitul Arqam AUM PCM Batanghari ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada peserta Baitul Arqam tentang Sejarah Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah, Paham Agama menurut Muhammadiyah dan juga untuk meningkatkan komitmen para pegawai untuk berkembang bersama Muhammadiyah.
Peserta Baitul Arqam PCM Batanghari

Dalam sambutannya ketua MPK PWM Lampung mengatakan bahwa per Muhammadiyah itu berat jika tidak kuat maka lebih baik mengundurkan diri sejak awal. Jangan menjadi duri di amal usaha. Menurut ketua PCM Batanghari kegiatan Baitul Arqom ini pada periode ini baru dilaksanakan 1 kali dan kedepannya diharapkan dapat menjadi tradisi di amal usaha yang ada di kecamatan Batanghari.


Kamis, 13 Februari 2020

PESERTA BAITUL ARQAM

Kegiatan Baitul Arqam yang dilaksanakan oleh MPK PWM Lampung adalah sebagai berikut:

1. PESERTA BA PTM PRINGSEWU 2018
2. PESERTA BA AUM PCM KOTA AGUNG 2020
3. PESERTA BA AUM PCM CANDIPURO 2020

SOP PENGGUNAAN AULA PWM LAMPUNG

Aturan SOP Penggunaan Aula Gedung Da'wah PWM Lampung: 
1.Izin tertulis ditujukan kepada Sekretariat PWM Lampung
2. Dilarang memasang spanduk dengan paku
3. Dilarang menempel gambar atau alat peraga di dinding
3  Wajib menjaga kebersihan
4. Hemat penggunaa AC(listrik) seperlunya saja,termasuk lampu penerang
5. Menjaga kebersihan kamar mandi
6. Menghentikan acara dan Wajib sholat.di Mushola dan berjamaah
7. Buang sampah pada tempatnya
8. Dilarang merokok

Mari kita jaga kebersihan dan kerapihan Aula kita Silahkan kalau ada yg menambah saran2nya.



SOAL POST TEST BAITUL ARQAM

Soal Post Test Baitul Arqam yang disusun oleh Tim MPK PWM Lampung dipublikasikan pada melalui aplikasi "Quizizz". Berikut adalah cara mengikuti Pre Test BA MPK PWM Lampung:

1. masuk dan klik link:quizizz.com/join
2. masukkan 6 digit kode kuis yang disampaikan oleh Instruktur saat pelaksanaan Pre Test di ruang BA
3. Klik "join a game"
4. Tulis nama lengkap peserta pre test pada kolom "enter your name"
5. Klik "Start game"
6. Tunggu sampai soal pre test diaktifkan oleh instruktur
7. Jawab seluruh soal pre test jika instruktur telah mengaktifkan tombol "start"

SOAL PRETEST BAITUL ARQAM

Soal Pretest Baitul Arqam yang disusun oleh Tim MPK PWM Lampung dipublikasikan pada melalui aplikasi "Quizizz". Berikut adalah cara mengikuti Pre Test BA MPK PWM Lampung:

1. masuk dan klik link: quizizz.com/join
2. masukkan 6 digit kode kuis yang disampaikan oleh Instruktur saat pelaksanaan Pre Test di ruang BA
3. Klik "join a game"
4. Tulis nama lengkap peserta pre test pada kolom "enter your name"
5. Klik "Start game"
6. Tunggu sampai soal pre test diaktifkan oleh instruktur
7. Jawab seluruh soal pre test jika instruktur telah mengaktifkan tombol "start"




PENGAJIAN PCM RAJABASA

Mohon kehadiran seluruh Warga Persyarikatan kecamatan Rajabasa pada acara pengajian Cabang Rajabasa, Sabtu 15 Feb 2020

Undangan Resmi Pimpinan Cabang Rajabasa ketua PCM 

⁨Amruzi 
Ketua PCM Rajabasa⁩

TUBUH MENGAJI PCM LANGKAPURA

UNDANGAN 
PENGAJIAN TUBUH MENGAJI MAJELIS TABLIGH PCM LANGKAPURA

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن سلَك طريقًا يطلُبُ فيه عِلْمًا، سلَك اللهُ به طريقًا مِن طُرُقِ الجَنَّةِ

_*“Barangsiapa menempuh jalan menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya untuk menuju surga”*_ (HR. At Tirmidzi no. 2682, Abu Daud no. 3641, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

MENGHARAPKAN KEHADIRAN BP/IBU/SDR
DALAM PENGAJIAN RUTIN YG INSYA ALLAH  DIADAKAN PADA :

HARI : SABTU
TGL.  : 15 Februari 2020
WKT  : BAKDA SHOLAT SUBUH-  s/d SELESAI
NARASUMBER :
Ust Rohmat Santosa,S.Pd
Tema :" *Bedah kaifiyat  Sholat HPT*".

TEMPAT : 
MUSHOLLA SDIT MUH GUNTER
Insya Alloh ada sarapan🍲

Semoga Allah Swt senantiasa memberikan kesehatan pada kita semua dan dpt hadir dalam pengajian tersebut...
JAZAKALLAHU KHAIRAN

Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

BAITUL ARQAM AUM PCM CANDIPURO LAMSEL

Baitul Arqam AUM Se PCM Candipuro Kab Lampung Selatan akan diselenggarakan pada:
Hari: Jumat - Ahad
Tanggal: 14-16 Februari 2020
Tempat: PCM Candipuro Kab. Lampung Selatan
Master of Training: Drs.Mukadi Ida Setiawan, M.Pd
Kontak:
email: mpk.pwmlampung@gmail.com

BAITUL ARQAM AUM PCM BATANG HARI LAMTIM

Baitul Arqam AUM Se PCM Batanghari Lampung Timur akan diselenggarakan pada:
Hari: Jumat - Ahad
Tanggal: 14-16 Februari 2020
Tempat: PCM Batang Hari Lampung Timur
Master of Training: Samsul Arifin, S.Pd
Kontak:
email: mpk.pwmlampung@gmail.com

Rabu, 12 Februari 2020

RAKORNAS MPK PP MUHAMMADIYAH 2020

Pada tanggal 7-9 Februari 2020, Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah menyelenggarakan rangkaian acara Rapat Koordinasi Nasional MPK PP Muhammadiyah. Kegiatan tersebut dihadiri lebih dari 29 perwakilan MPK Wilayah se Indonesia. Rakornas diawali dengan kegiatan Seminar Nasional dengan Tema utama Perkaderan di Amal Usaha Muhammadiyah dan Keluarga.

Selanjutnya dilaksanakan rapat evaluasi kinerja MPK PWM se Indonesia pada tanggal 8-9 Februari 2020 dan diakhiri dengan perumusan Bengkulu Message (Pesan Bengkulu) yang akan dibawa pada Muktamar Muhammadiyah ke 48 di Surakarta, 1-5 Juli 2020.

Pada kesempatan ini MPK PWM Lampung mengirimkan 10 Delegasi plus Ketua PWM Lampung, Prof. Dr. Marzuki Noor, MS. Ke-10 Delegasi MPK Lampung tersebut adalah:
1. Drs. Ma'ruf Abidin, M.Si (Ketua MPK PWM Lampung)
2. M. Sholihin, S.Pd, M.Pd (Sekretaris MPK PWM Lampung)
3. Nurhayati Wahidah, S.Pd, M.Pd (Bendahara MPK PWM Lampung)
4. Drs. Hermansyah, MM (Wakil Ketua MPK PWM Lampung)
5. Eko Budi Sulistio, S.Sos, M.AP (Wakil Ketua PWM Lampung)
6. Drs. Mukadi, M.Pd (Instruktur MPK PWM Lampung)
7. Hayesti Maulida, S.Pd, M.Pd (Instruktur MPK PWM Lampung)
8. Zuraida, M.Pd (Wakil PWA Lampung)
9. Ayunda Wulansari, SH (Instruktur MPK PWM Lampung)
10. Dr. Ihsan D, M.Pd (Instruktur MPK PWM Lampung)

DIALOG IMAGINER DENGAN PAK A.R

Sudah seabad lebih keberadaannya, masih ada kelompok yang tidak tahu dan mengada-ada tentang eksistensi Muhammadiyah. “Kira-kira Muhammadiyah itu apa?”. Berikut dialog imaginer singkat Pak AR Fakhruddin, penjelasan tentang Muhammadiyah.
Siang itu cuaca Jogja sedang mendung, di gawai notifikasi cuaca menunjukkan suhu 28˚C. Sebelumnya penulis sudah membuat janji dengan Pak AR, bahwa jam 13.30 akan bertemu di rumahnya yang beralamat di Jl Cik Ditiro. No 23, Terban, Yogyakarta. Ketika penulis datang sudah ditunggu Pak AR di teras rumahnya. Seperti biasa, Pak AR menyambut kita dengan senyum khas dan penampilan sederhananya.
Bersarung kotak-kotak, kombinasi warna biru dan putih, pakai kaos oblong, berpeci hitam yang kelihatan kurang presisi, pecinya agak miring kekanan dan menggunakan sandal slop warna cokelat.
Setelah mempersilahkan masuk, Pak AR pamit sejenak untuk meladeni pembeli bensin eceran di kios bensinnya. Yah, selain menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Pak AR juga berjualan bensin eceran yang berada di depan rumahnya (kontrakannya). Setelah memperkenalkan diri, kemudian kita memulai dialog.
Pak, apakah Muhammadiyah itu ?
Pak AR : Muhammadiyah ialah nama salah satu organisasi di Indonesia yang mempunyai dasar Islam dan sifatnya sebagai gerakkan.
Apakah asas dan tujuan Muhammadiyah itu ?
Pak AR : Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Apa arti kata Muhammadiyah itu pak ?
Pak AR: Muhammadiyah itu bahasa Arab. Berasal dari kata-kata “Muhammad” kemudian mendapat tambahan “iyyah”. “Iyyah” itu menurut ilmu tata bahasa Arab (Nahwu) bernama ya nisby. Artinya untuk menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti jenis dari Muhammad. Tegasnya golongan-golongan yang berkemauan mengikuti sunnah Nabi Muhammad Sallallohu ‘alaihi wasallam.
Dan, kenapa KH Ahmad Dahlan mengambil nama itu bagi organisasi yang dibentuknya ?
Pak AR : Oleh almarhum dimaksudkan, agar Muhammadiyah ini dapat menggerakkan umat Islam untuk mengikuti gerak-gerik Rasulullah Nabi Muhammad. Baik soal-soal yang berhubungan degan kehidupan maupun soal-soal yang berhubungan dengan peribadatan.
Apa yang menjadi pedoman Muhammadiyah dalam melakukan aksinya yang berhubungan dengan keagamaan ?
Pak AR : Dalam soal keagamaan, Muhammadiyah berpedoman Qur’an dan Hadist serta akal fikiran sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist itu sendiri. Pendapat para alim ulama, baik dimasa yang sudah-sudah maupun alim ulama dimasa sekarang, bisa menjadi bahan-bahan pertimbangan. Asal tidak sesuai bertentangan dengan Qur’an dan Hadist.
Terkait dengan tujuan Muhammadiyah. Mengapa Muhammadiyah tidak berlepas dari masyarakat Indonesia, supaya lebih mudah mewujudkan cita-citanya ?
Pak AR : Manusia muslim tidak boleh berfaham “biarlah orang lain mendapat siksa Allah asal kami orang Islam selamat”. Karena masyarakat belum mau masuk Islam, biarlah kami tinggalkan. Muhammadiyah juga berfaham bahwa Islam itu diturunkan bukan untuk mereka yang memgaku Islam saja. Islam diturunkan adalah untuk manusia seluruhnya. Islam bukan agama paksaan. Islam menghendaki agar dengan keinsyafannya, manusia itu mnegikuti faham Islam.
Bahkan di masyarakat ramai di mana Muhammadiyah berlum berdiri, itulah yang hendak didekati atau didatangi oleh Muhammadiyah. Dan di sana perlu ada Muhammadiyah. Selain itu, di Muhammadiyah harus mengerti dan tahu benar-benar bahwa masyarakat itu tidaklah terdiri dari orang-orang yang ‘sefaham’ saja. Tetapi meskipun demikian hormat-menghormati, harga menghargai wajiblah diwujudkan. Di samping semua itu Muhammadiyah memahami, menyadari dan menghayati bahwa NKRI sejak merdeka tahun 1945 sampai sekarang ini dan seterusnya insyaa Allah tetap berdasar Pancasila dan UUD ’45.
SUMBER:

MUHAMMADIYAH SEBAGAI BADAN HUKUM

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik memberikan surat Resmi kepada Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir, M.Si perilah Penejelasan Muhammadiyah Sebagai Badan Hukum.
Surat yang bernomor 220/4312/POLPUM ini menyampaikan perihal 3 poin seperi dibawah ini
  1. Berdasarkan Pasal 83 huruf (b) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan bahwa “Ormas yang telah berbadan hukum berdasarkan Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen) yang berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tetap konsisten mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetap diakui keberadaan dan kesehateraannya sebagai asset bangsa, tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini’
  2. Sehubungan dengan hal tersebut diatas Organisasi Muhammadiyah telah mendapat legalitas Badan Hukum dari Pemerintah melalui Gouvermment BESLUIT tanggal 22 Agustus 1914 No. 81;
  3. Mengingat pertimbangan diatas, maka Organisasi Muhammadiyah tidak perlu mendaftar ulang kepada pemerintah.
Surat tersebut di tanda tangani pada Tanggal 22 Desember 2015 yang lalu oleh Budi Prasetyo, SH, MM.
Surat dari Pemerintah Republik Indonesia ini menanggapi Surat yang dikirimkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang bernomor 9 Oktober 2015 dengan nomor 468/I.O/A/2015

BAITUL ARQAM MUHAMMADIYAH

Baitul arqam ini berasal dari kata bait atau arqam. Kata arqam ini berasal dari nama pemuda Arqam bin Abil Arqam yang pertama kali masuk islam. Arqam ini orang tuanya tidak diketahui. Ia direkrut oleh nabi untuk dikader. Karena ia pemuda. Ia berasal dari bani mahzum musuhnya banni hasyim yaitu klan nabi Muhamamd. Sedangkan Arqam ini rumahnya dibalik bukit. Sedangkan jumlah ummat yang masuk islam baru 12 orang. Sedang yang mengajaknya adalah Abu Bakar As-Shiddiq. Jumlah 12 orng itu kemudian berkembanng menjadi 40 orang.
Jadi dalam setiap roda dakwah pergerakan itu perlu merekrut pemuda sebagai perkaderan. Jadi tidak dibenarkan jika dalam sebuah roda organisasi itu tidak tidak dibenarkan jika tidak merekrut pemuda. Tentu dalam hal ini pemuda yang berkomptent dan punya militansi yang kuat.
Jadi Baitul Arqam itu artinya rumah Arqam. Sinonim Sinonim dari baitul ini adalah Darun. Artinya rumah tempat kembali. Dari bascamp arqam ini nabi berdakwah dari sembunyi- sembunyi sampai terang- terangan. Jadi kemanapun seseorang pergi ia kembali kerumah tersebut.
Muhammadiyah membuat perkaderan terinspirasi dari proses perkaderan Rasulullah sehingga di Muhammadiyah disebut Baitul Arqam. Bedanya untuk Darul Arqam itu untuk tingkat pusat, sedang Baitul Arqam untuk tingkatan di bawahnya. Sesungguhnya penerus muhammadiyah itu tidak langsung jadi tetapi mengalami proses.
Baitul Arqam adalah suatu bentuk Pembinaan di Muhammadiyah yang berorientasi pada pembinaan ideologi keislaman dan kepemimpinan. Baitul Arqam diambil dari salah satu nama sahabat Nabi Muhammad saw yang bernama Arqam bin Arqam, yang pada waktu itu rumahnya dijadikan pos/base camp dakwah Rasulullah. Tujuan kegiatan Baitul Arqam adalah untuk meningkatkan pemahaman keislaman, menciptakan kesamaan dan kesatuan sikap, integritas, wawasan dan cara berpikir di kalangan anggota persyarikatan dalam melaksanakan misi Muhammadiyah.

Kegiatan Baitul Arqam diselenggarakan untuk dapat lebih memahami hakikat Muhammadiyah yaitu Islam, mempelajari Muhammadiyah berarti mempelajari Islam, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman seolah-olah ketika mengikuti Baitul Arqam akan mendapatkan doktrinasi mengenai Muhammadiyah. Disaat kita bekerja di Amal Usaha Muhammadiyah, maka sudah sewajarnya kita mempelajari dan memahami apa itu Muhammadiyah. Salah satu yang dipelajari dalam Baitul Arqam adalah Paham Agama dalam Muhammadiyah, yang menjelaskan prinsip prinsip ibadah yang benar. Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang melaksanakan dakwah dan tajdid untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Baitul Arqam adalah suatu bentuk Pembinaan di Muhammadiyah yang berorientasi pada pembinaan ideologi keislaman dan kepemimpinan. Baitul Arqam diambil dari salah satu nama sahabat Nabi Muhammad saw yang bernama Arqam bin Arqam, yang pada waktu itu rumahnya dijadikan pos/base camp dakwah Rasulullah. Tujuan kegiatan Baitul Arqam adalah untuk meningkatkan pemahaman keislaman, menciptakan kesamaan dan kesatuan sikap, integritas, wawasan dan cara berpikir di kalangan anggota persyarikatan dalam melaksanakan misi Muhammadiyah.


Harapannya peserta Baitul Arqam Muhammadiyah lebih memahami hakikat Muhammadiyah yaitu Islam, mempelajari Muhammadiyah berarti mempelajari Islam, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman seolah-olah ketika mengikuti Baitul Arqam akan mendapatkan doktrinasi mengenai Muhammadiyah. Salah satu yang dipelajari dalam Baitul Arqam adalah Paham Agama dalam Muhammadiyah, yang menjelaskan prinsip prinsip ibadah yang benar.  

Mengapa sistem pengkaderan menggunakan kata Baitul dan Darul Arqom? Dr. Mahsun Jayadi, MA Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya, Istilah Arqam, tambah Warek 3 UMSurabaya itu berasal dari nama pemuda Arqam bin Abil Arqam. Ia adalah anak muda pertama kali yang masuk islam. Dia juga tergolong para assabiqunal awwalun. “Saat itu Rasulullah mencari anak muda yang diperkirahkan akan mendukung dakwahnya,” kata Mahsun meski asal muasal Arqam adalah anak muda yang tidak jelas asal muasalnya. Tapi nabi ingin menokohkan anak itu. Bahkan mengkadernya. 

Arqam sejatinya berasal dari Bani Mahzum yang mana musuhi bani Hasyim yaitu klan nabi Muhamamd. Meski begitu Pemuda Arqam ini berperan menangkis pelecehan terhadap bani Hasyim dan Bani Mahzum.


MEBANGUN FOLLOWERS MUHAMMADIYAH YANG BERKEMAJUAN

MEMBANGUN FOLLOWERS MUHAMMADIYAH
YANG SAMI’NA WA ATO’NA DAN BERKEMAJUAN

(Refleksi 100 Tahun Kiprah Kader Muhammadiyah di Masyarakat)

Oleh:
Eko Budi Sulistio, S.Sos, MAP
 (NBM. 1059628)
Disampaikan pada Sebagai Peserta Darul Arqam dan Pelatihan Instruktur Nasional (Dapinas)
Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah tahun 2015


PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui dan dipahami bersama oleh setiap anggota persyarikatan, bahwa Muhammadiyah yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan lebih dari 100 tahun yang lalu merupakan sebuah gerakan dakwah yang ditujukan untuk memberantas ‘penyakit’ yang menghinggapi umat Islam saat itu dan bahkan hingga saat ini yakni penyakit TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churofat). Penyakit dalam berislam ini seperti penyakit demam dan batuk yang meskipun sudah banyak ahli, apoteker, farmakolog dan dokter namun eksistensi penyakit ini hingga saat ini tidak pernah hilang dan mungkin tidak akan pernah hilang hingga akhir dunia ini. Kenapa? Karena memang itu janji Allah, SWT bahwa Dia menurunkan obat untuk setiap penyakit yang ada. Artinya adanya penyakit ini merupakan bentuk keadilan dan kebijaksanaan Allah SWT kepada manusia supaya manusia dapat belajar dan mendapatkan manfaat dari adanya penyakit tersebut. Demikian halnya penyakit TBC ala Muhammadiyah, mungkin selamanya tak akan bisa hilang dari masyarakat hingga akhir dunia ini. Untuk itulah mengapa ada gerakan Muhammadiyah. Jika penyakit TBC ini sudah hilang sama sekali dari muka bumi ini mungkin saat itu Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah sudah tidak dibutuhkan lagi. Oleh sebab itu dengan asumsi ini maka saya berkeyakinan, sebagai gerakan dakwah Muhammadiyah tak akan mati hingga akhir dunia ini.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah tidak hanya menjadi gerakan dakwah tradisional. Muhammadiyah telah bermetamorfosis menjadi gerakan dakwah modern dengan beradaptasi menjadi suatu organisasi modern yang mengadopsi perkembangan ilmu pengetahuan yang bersumber dari luar tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Upaya metamorfosis ini dilakukan oleh Muhammadiyah semata-mata untuk mengikuti perkembangan masyarakat dan merupakan strategi dakwah terhadap masyarakat modern yang well informed dan well educated. Kalau ini tidak dilakukan oleh Muhammadiyah, mungkin sebagai suatu gerakan dakwah Muhammadiyah tetap eksis di masyarakat, tetapi sebagai organisasi sosial dan dakwah Muhammadiyah akan hilang dari peredaran kehidupan masyarakat. Berdasarkan pemikiran inilah, maka Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam harus tetap dilakukan, namun Muhammadiyah sebagai Organisasi Dakwah Modern harus mendapat perhatian serius dari semua kader.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah modern dalam kaitannya dengan bagaimana kualitas dan kapasitas anggota-anggotanya yang dalam bahasa Muhammadiyah disebut sebagai kader. Kader Muhammadiyah secara umum dibedakan menjadi 2 yakni golongan pimpinan dan golongan anggota. Golongan pimpinan adalah kader-kader Muhammadiyah yang secara organisatoris diberi mandat untuk mengelola organisasi sesuai dengan visi dan misi serta tujuan Muhammadiyah. Mereka ini secara politis adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kewenangan sekaligus tanggung jawab untuk memajukan organisasi. Sedangkan anggota (dalam makalah ini selanjutnya diasosiasikan dengan follower) adalah orang-orang yang secara organisatoris hanya memiliki kewajiban untuk mengikuti dan melaksanakan segala keputusan organisasi yang ditentukan oleh para pimpinan. Dengan demikian, maka keterikatan anggota persyarikatan dalam memajukan organisasi, jelas lebih longgor jika dibandingkan dengan para pimpinan. Oleh karena itu tidak mengherankan dan dapat dipahami serta dimaklumi jika perhatian terhadap kualitas dan kapasitas kepemimpinan selama ini lebih tinggi dibandingkan terhadap kualitas dan kapasitas anggota. Berbagai pendidikan dan pelatihan kepemimpinan diadakan oleh persyarikatan dengan tujuan untuk mencetak pemimpin-pemimpin handal masa depan. Pun demikian halnya dalam program-program kaderisasi di Muhammadiyah seperti Baitul Arqom diorientasikan untuk mendidik kader-kader yang siap memimpin dan menjadi pemimpin. Kesalahan dalam memilih dan menunjuk kader-kader tertentu menjadi pimpinan persyarikatan diyakini akan dapat menghancurkan organisasi, tetapi memiliki anggota yang tidak taat terhadap keputusan organisasi juga akan dapat merusak karakter organisasi Muhammadiyah di masyarakat. Mengapa demikian? Karena pada faktanya kader Muhammadiyah yang menjadi anggota biasa lebih banyak daripada yang menjadi pimpinan. Mereka juga secara kultural lebih dekat dengan masyarakat dan lebih menyatu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itulah Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah disamping memberikan porsi yang baik untuk proses kaderisasi sebagai pimpinan yang Islami dan mumpuni juga perlu memberikan ruang yang cukup untuk mengkader sebagai anggota-anggota (jama’ah) yang islami dan berkemajuan.

KEPEMIMPINAN DALAM MUHAMMADIYAH
Sebelum membahas lebih lanjut tentang kepemimpinan di Muhammadiyah, maka akan dijelaskan sedikit tentang pengertian pemimpin dan kepemimpinan secara umum. Handoko (2009) menyatakan bahwa pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Pemimpin yang efektif mempunyai sifat-sifat atau kualitas tertentu yang diinginkan sebagai contoh: karisma, berpandangan kedepan intensitas dan keyakinan diri.
Menurut M.H. Matondang, Pemimpin adalah seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diinginkan sesuai yang diinginkan. Sementara Winardi menyatakan bahwa Pemimpin adalah seorang yang memberikan inspirasi kepada pekerja (anggota), melaksanakan pekerjaan dan mengembangkan pekerjaan, menunjukan kepada pekerja bagaimana ia harus melaksanakan pekerjaan, menerima tanggung jawab, menyelesaikan persoalan kerugian yang timbul dalam bidang produksi atau penjualan. Dengan demikian maka pemimpin itu seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang menjadi pemimpin adalah: kemampuan manajerial, kemampuan sosial dan kemampuan politik. Disamping itupula seseorang juga harus memiliki kepribadian yang baik dimata anggota organisasi lainnya. 
Kepemimpinan ada dalam setiap organisasi apapun termasuk organisasi dakwah seperti Muhammadiyah. Karakter kepemimpinan dalam organisasi dakwah Muhammadiyah tentunya tidak semata-mata seperti yang disebutkan diatas, namun kepemimpinan yang memiliki model dan karakter yang lebih kompleks. Kepemimpinan dalam Muhammadiyah haruslah memiliki karakter yang Islami (kepemimpinan islam). Kepemimpinan yang islami ini sebagaimana telah dicontohkan oleh uswah hasanah Rasulullah Muhammdad, SAW. Sebagaimana sering dikupas dalam berbagai makalah kepemimpinan Islam, bahwa syarat seseorang untuk menjadi pemimpin dalam pandangan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, SAW adalah: Siddiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh.
Bagaimana manifestasi dari keempat karakter kepemimpinan islam sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad, SAW tersebut dalam kehidupan kontemporer organisasi Muhammadiyah saat ini? Seorang pemimpin hendaknya berjalan dalam jalan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud tidak lain adalah kebenaran yang ada dalam Al-qur’an. Disamping itu seorang pemimpin (Muhammadiyah) hendaknya juga berpegang kepada peraturan-peraturan organisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam hal ini adalah pedoman organisasi. Seorang pemimpin Muhammadiyah dalam level manapun tidak seharusnya melaksanakan suatu perkara/ tindakan yang bertentangan dengan pedoman organisasi Muhammadiyah. Jika pemimpin Muhammadiyah sudah berpedoman pada Al-qur’an, hadits dan pedoman organisasi dalam melaksanakan tugasnya maka akan memberikan contoh yang baik terhadap anggota-anggotanya.
Pemimpin persyarikatan harus mampu melaksanakan tugas-tugas yang diemban dengan baik dan maksimal (amanah). Seorang pemimpin Muhammadiyah tidak boleh khianat terhadap khittah perjuangan persyarikatan yang sudah disepakati bersama. Jika masih ada pemimpin Muhammadiyah yang yang khianat terhadap khittah dan keputusan pesyarikatan, maka organisasi harus secepatnya mengambil tindakan tegas, karena hal tersebut dapat berdampak luas baik terhadap anggota maupun masyarakat pada umumnya. Menjadi pemimpin di Muhammadiyah tidak seharusnya didasarkan pada siapa yang mau tetapi siapa yang mampu dan mau. Selama ini fakta yang penulis amati di lapangan, banyak pimpinan Muhammadiyah yang penunjukannya didasarkan pada aspek ‘kemauan’ bukan aspek kemampuan. Akibatnya banyak organisasi Muhammadiyah level cabang atau ranting yang tidak berjalan dengan baik meskipun ada pengurusnya. Sudah saatnya persyarikatan membangun suatu pemahaman bahwa menjadi pemimpin organisasi persyarikatan merupakan masalah penting, oleh sebab itu kompetisi yang dalam pemilihan kepemimpinan harus mulai didesain dengan baik dan diimplementasikan. Ujung tombak persyarikatan adalah para kader di cabang dan ranting. Oleh sebab itu persyarikatan harus mulai memberikan perhatian yang lebih dalam membangun kepemimpinan di level ranting dan cabang.
Di era modern ini, pemimpin persyarikatan menghadapi tantangan yang sangat berat. Masalah yang dihadapi masyarakat semakin kompleks dan cara menyelesaikan masalah juga semakin variatif. Oleh sebab itu pimpinan Muhammadiyah haruslah orang-orang yang cerdas, tidak hanya dalam bidang keagamaan (dakwah islam) tetapi juga dalam bidang kehidupan sosial, politik dan teknologi. Suka tidak suka, harus diakui bahwa dengan kecanggihan teknologi dunia sudah berkembang sedemikian pesat. Berbagai informasi tersebar secara cepat dan merata ke segala penjuru melalui berbagai media, terutama media on-line. Era tatap muka dalam berdakwah sedikit demi sedikit mulai berkurang digantikan dengan era digital (on-line). Menghadapi persoalan ini maka persyarikatan juga harus memberikan perhatian yang memadai, sebab di lapangan tidak sedikit kader Muhammadiyah yang tidak mau memanfaatkan media online ini dengan alasan-alasan yang berbeda-beda, dan 2 alasan yang paling mengemuka adalah: tidak bisa/tidak familiar atau mengharamkan. Untuk itu persyarikatan harus mampu memberikan pemahaman kepada para kader terutama pada level ranting dan cabang bahwa pada kader atau da’i Muhammadiyah harus mampu menangkap peluang dakwah di media online. Jangan sampai kader Muhammadiyah tertinggal dari sasaran dakwahnya (mad’u).
Mau tidak mau, kader Muhammadiyah harus mampu menyampaikan kebenaran yang diyakini oleh Muhammadiyah sebagai kebenaran islam kepada masyarakat. Kemampuan menyampaikan ini juga harus mendapat perhatian dari organisasi, agar misi dakwah yang diemban oleh Muhammadiyah dapat disampaikan secara efektif dan elegan kepada masyarakat. Tantangan terbesar saat ini adalah masyarakat secara umum dapat memperoleh informasi tentang dakwah islam dari berbagai sumber online.  Benar atau tidaknya informasi yang ‘diunduh’ tersebut tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan semua. Disisi lain, masyarakat mulai enggan untuk menghadiri pengajian-pengajian atau majlis taklim karena merasa sudah memiliki pengetahuan yang diperoleh dari media online tersebut. Oleh karena itu kemampuan tabligh pada kader Muhammadiyah harus senantiasa di’update’ sehingga kehadirannya selalu dibutuhkan ditengah-tengah masyarakat yang haus akan informasi islam.

FOLLOWERs  YANG BERKEMAJUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa maju mundurnya suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas anggota-anggotanya. Organisasi hanyalah barang mati yang tidak berarti apa-apa tanpa aktifitas pada anggotanya. Organisasi menjadi barang yan bermanfaat manakala anggota-anggota organisasi aktif bergerak sesuai dengan visid dan misi organisasi.
Secara umum status keanggotaan dalam organisasi dibedakan menjadi 2: anggota yang menjadi pimpinan (leaders) dan anggota yang menjadi bawahan (followers). Baik pimpinan maupun bawahan memiliki peran yang sama-sama sangat penting. Pemimpin tanpa bawahan tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi bawahan tanpa pimpinan akan berbuat apa saja tanpa kendali. Dengan demikian organisasi juga harus memperhatikan kualitas dan kapasitas anggota persyarikatan di semua level, sebaik persyarikatan.
Mengapa followers perlu mendapat perhatian dari persyarikatan? Menurut Muslim Utomo sebagaimana ditulis dalam situs pekalongan-kota.muhammadiyah.or.id menyatakan bahwa pimpinan Muhammadiyah terutama di tingkat nasional dan wilayah, memiliki kesibukan yang luar biasa. Tenaga dan pikiran mereka semakin dibutuhkan di banyak tempat. Mobilitas yang tinggi ini sedikit banyak akan mempengaruhi perhatian mereka ke organisasi. Apabila pimpinan Muhammadiyah terlambat melakukan kaderisasi dan tingkatan pimpinan di bawah (PDM/PCM/PRM) memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap tingkatan pimpinan di atasnya, maka Muhammadiyah akan mengalami stagnasi organisasi. Pendapat serupa yang telah beredar di kalangan pengamat akan terjastifikasi. Penulis setuju dengan pendapat tersebut, bahwa anggota-anggota persyarikatan terutama di tingkat cabang dan ranting harus dibina dengan baik, tidak saja dibina dari aspek kepemimpinannya tetapi juga dibina dari aspek ketaatan dan kepatuhannya terhadap persyarikatan.
Pentingnya perhatian terhadap followers Muhammadiyah ini juga dikemukakan oleh Siregar sebagaimana ditulis dalam nbasis.wordpress.com bahwa fakta yang tidak dapat dipungkiri ialah bahwa Muhammadiyah didirikan, dikembangkan dan dilestarikan para ulama. Kaderisasi dalam konteks yang sedang kita risaukan hari ini dapat mencakup seluruh langkah yang terdiri dari banyak tataran untuk menyiapkan masa depan dalam konstruksi paling ideal dari puncak kesempurnaan yang dapat kita bayangkan dari titik waktu hari ini. Proses kaderisasi  itu tentulah sebuah rangkaian yang amat panjang, mulai pendekatan, rekruitmen, pembinaan, penjagaan, pengkaryaan dan evaluasi dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas orang-orang yang mendukung Muhammadiyah, baik sebagai anggota biasa maupun sebagai pimpinan. Usaha-usaha yang berhubungan dengan upaya peningkatan loyalitas pengurus terhadap organisasi hanyalah salah satu dari sisi terluar yang selalu menjadi sorotan utama dalam setiap pembicaraan tentang kaderisasi. Dari pendapat ini jelas terlihat bahwa penulis memandang penting terhadap kualitas kader baik yang sebagai followers (anggota biasa) maupun sebagai leaders (pimpinan).
Munculnya pemimpin pada umumnya dimulai dari kader-kader dibawah yang pada awalnya menjadi followers. Rekruitmen terhadap followers ini menjadi titik awal maju mundurnya persyarikatan. Sebenarnya persyarikatan telah memiliki sumber-sumber rekruitmen followers yang sangat bagus yakni: sekolah-sekolah, akademi-akademi dan perguruan-perguruan tinggi yang dimiliki. Ribuan sekolah, akademi dan perguruan tinggi menjadi potensi perekrutan kader yang sangat baik. Sayangnya, tidak banyak kader-kader yang dihasilkan dari lembaga-lembaga ini yang muncul dipermukaan sebagai kader Muhammadiyah yang handal kecuali hanya sedikit saja jika dibandingkan dengan alumni atau lulusan dar sekolah, akademi dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Hal ini tentu kondisi yang tidak diinginkan oleh persyarikatan, tetapi penulis melihat itulah yang terjadi, setidaknya dalam ruang lingkup pengamatan penulis.
Jika persyarikatan mau memberikan perhatian yang memadai terhadap kader-kader di level cabang dan ranting baik sebagai anggota maupun pimpinan, maka modal dakwah persyarikatan akan sangat baik. Hal ini mengingat, kader-kader di tingkat cabang dan ranting adalah mereka-mereka yang dekat  dan menyatu dengan masyarakat. Oleh karena itu kapasitas dan kualitas followers Muhammadiyah tingkat cabang dan ranting harus dibangun sebaik mungkin. Sehingga mereka bisa menjadi tempat bertanya dari masyakat di lingkungannya. Inilah yang penulis sebut sebagai followers berkualitas dan aktif. Tentu saja ini bukan pekerjaan mudah dan murah untuk ‘menyamakan’ kualitas level followers dan level leaders. Akan tetapi bukan hal yang tidak mungkin, mengingat fasilitas, sarana prasarana dan teknologi sudah semakin baik. Jika sudah terbangun kualitas followers yang aktif maka pada saatnya akan mudah bagi persyarikatan untuk ‘menginfakkan’ followers Muhammadiyah tersebut menjadi pemimpin dalam masyarakat, baik sebagai pemimpin sosial maupun pemimpin politik.

MEMBANGUN FOLLOWERs YANG BERKEMAJUAN
Sejujurnya membangun followers yang berkualitas dan aktif lebih sulit dibanding mencetak pemimpin bagi organisasi. Sangat sedikit materi-materi tentang bagaimana cara membangun followers yang berkualitas dan berkarakter. Kebanyakan materi membincang tentang bagaimana mencetak pimpinan yang handal. Dalam makalah singkat ini penulis merumuskan beberapa syarat untuk membangun followers Muhammadiyah yang kemajuan sesuai cita-cita Muhammadiyah.
1.      Setelah selesai proses rekruitmen melalui diklat Baitul Arqom, persyarikatan harus menyelenggarakan diklat-diklat untuk para anggota persyarikatan pada tingkat ranting dan cabang. Harus ada program khusus dari persyarikatan untuk ‘memaksa’ pimpinan daerah memberikan perhatian khusus kepada PCM dan PRM tentang masalah ini. Diklat-diklat yang diberikan kepada anggota adalah diklat-diklat tentang dakwah Islam dan keorganisasian.
2.      Harus ditanamkan ‘citarasa’ kemuhammadiyahan sejak awal kepada setiap followers Muhammadiyah, sehingga mereka merasa memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam sebagaimana dipahami oleh Muhammadiyah tanpa harus memiliki rasa malu atau rendah diri. Dibanyak tempat kader-kader Muhammadiyah masih menunjukkan sikap yang setengah-setengah dalam ‘bermuhammadiyah’.
3.      Harus dibangun komunitas-komunitas penggerak dakwah Muhammadiyah di tingkat ranting atau cabang, sehingga setiap followers Muhammadiyah tidak merasa ‘sendirian’ di masyarakat, terutama di daerah-daerah yang secara kuantitas jumlah followers Muhammadiyah sedikit.
4.      Pimpinan persyarikatan pada level cabang harus memberikan perhatian kepada keluarga-keluarga Muhammadiyah yang ada di wilayahnya, dan mencatat persoalan-persoalan yang dihadapi oleh warga Muhammadiyah di wilayahnya tersebut. Sebisa mungkin pimpinan persyarikatan ‘hadir’ dan turut serta menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh keluarga Muhammadiyah di wilayahnya. Dengan kehadiran pimpinan persyarikatan, maka diharapkan followers Muhammadiyah memiliki sense of belonging terhadap keberadaan organisasi Muhammadiyah di lingkungannya.
Salah satu kendala yang dihadapi oleh persyarikatan dalam membangun followwers yang berkemajuan adalah karena Muhammadiyah merupakan organisasi sosial yang tidak memiliki ikatan khusus terhadap anggotanya kecuali ikatan ‘ideologi Islam’ yang dipahami oleh Muhammadiyah. Karena itulah maka pimpinan persyarikatan harus mampu mencari pendekatan yang sesuai dengan kondisi followers di wilayah masing-masing.

PENUTUP
Eksistensi followers bagi suatu organisasi, termasuk Muhammadiyah, adalah sangat penting. Dari followers inilah nantinya akan muncul tokoh-tokoh organisasi yang dapat dikontribusikan kepada masyarakat, apakah sebagai tokoh masyarakat ataupun sebagai tokoh politik. Oleh sebab itu persyarikatan hendaknya dapat memberikan perhatian yang memadai dan membuat program-program khusus bagi para followers terutama di level ranting dan cabang. Di ranting dan cabang inilah ‘buah’ Muhammadiyah akan dirasakan oleh masyarakat.
Pelatihan-pelatihan tidak seharusnya selalu diorientasikan untuk mencetak pemimpin yang handal saja. Namun pelatihan-pelatihan untuk followers juga sangat penting untuk menghasilkan kader-kader yang sami’na wa ato’na. Tanpa followers taat dan patuh terhadap pimpinan maka, keruntuhan organisasi tinggal menunggu waktu yang tepat saja.